Rabu, 16 Januari 2002

Dari Penyadaran Ke Pembebasan

Judul buku: Conscientizacao: Tujuan Pendidikan Paulo Freire
Penulis: William A. Smith
Penerbit: Pustaka Pelajar dan Read Book Yogyakarta
Cetakan: Pertama, November 2001
Tebal: xx + 198 halaman


Gagasan-gagasan Paulo Freire tentang pendidikan pembebasan telah amat dikenal, terutama di kalangan masyarakat dunia ketiga. Hal ini tentu karena masyarakat dunia ketiga menemukan relevansi pemikiran Freire dalam kenyataan hidup yang dihadapinya sehari-hari. Simpul pemikiran Freire terletak dalam kritiknya terhadap struktur masyarakat dunia yang menindas masyarakat dunia ketiga, dan menawarkan gerakan pembebasan dan transformasi sosial melalui pendidikan.

Buku ini memberikan gambaran yang lebih jelas dan konkret perihal maksud pendidikan pembebasan yang digagas Freire. Buku ini pula bermaksud mempertegas apa sebenarnya tujuan inti dari seluruh pemikiran dan aksi sosial yang dilakukan oleh pendidik dan organisator politik berkebangsaan Brasil itu.

Buku ini bertolak dari gagasan tentang conscientizacao (penyadaran) yang menjadi kata kunci dalam pemikiran Freire. Dalam buku ini dijelaskan betapa selama ini telah banyak terjadi kekeliruan mempersepsikan gagasan tentang penyadaran dan program aksi sosial yang dilakukan Freire, dengan lebih meletakkannya pada aras yang bersifat abstrak dan dikupas secara parsial sehingga seperti nyaris terlepas dari konteks sosial.

Ketika Freire melancarkan program pemberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa, orang menganggap itu sebagai sebuah bentuk upaya penyadaran. Tapi orang-orang hanya berpikir sampai di situ. Padahal, conscientizacao (penyadaran) ala Freire sebenarnya adalah salah satu titik dari serangkaian upaya keras yang berakhir pada tujuan pembebasan. Jadi, program pemberantasan buta huruf di sini adalah salah satu bentuk langkah awal penyadaran, untuk dapat memberi bekal orang-orang dewasa agar dapat membaca konteks sistem kehidupan yang meringkusnya dalam kemelaratan.

Kajian dalam buku ini berusaha memberikan kriteria yang lebih konkret tentang bagaimana sebuah aksi conscientizacao (penyadaran) berhasil menubuh dalam cara pandang masyarakat. Untuk menuju kesana, diuraikan bahwa proses penyadaran yang diinginkan Freire adalah penyadaran yang mengarah pada konsep pembebasan yang dinamis dan pada apa yang disebutnya sebagai “kemanusiaan yang lebih utuh”. Inilah tingkat kesadaran ketika seseorang dapat melihat suatu sistem sosial secara kritis (kesadaran kritis).

Freire sendiri membedakan tiga bentuk kesadaran, yakni kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Ketiga kesadaran tersebut bagi Freire bersifat hierarkis. Dalam setiap fase tersebut, individu memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi situasi sosial yang dihidupinya, mulai dari cara memberi nama terhadap persoalan (proses penamaan), memahami penyebab masalah tersebut (proses berpikir), dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mengubahnya (tingkat aksi).

Individu berkesadaran magis menangkap masalah yang dihadapinya dari perspektif fatalistik, menganggap faktor-faktor yang tak terkendali (Tuhan, nasib, keberuntungan) sebagai penyebab masalah, dan hanya bisa menerima, menunggu, serta pasrah terhadap ketakberdayaannya itu. Individu berkesadaran naif tunduk terhadap ideologi si penindas, atau malah bekerja sama dan meniru perilaku menindas itu sendiri.

Sementara itu, sosok individu berkesadaran kritis yang diperjuangkan Freire dicirikan dengan kemampuannya melihat dunia berinteraksi dengan dirinya secara lebih utuh (integral, sistemik), sehingga dia dapat menjadi subyek kritis yang dapat berpartisipasi mengubah realitas. Individu berkesadaran kritis tidak sekedar beradaptasi dengan dunia, tapi berusaha melampaui dengan mengaktualisasikan dirinya secara optimal.

Catatan penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa bagi Freire tugas pendidik mengantarkan individu pada fase kesadaran kritis ini adalah bukan dengan menyediakan sejumlah jawaban atas persoalan yang dihadapinya, tapi dengan mengajak mereka mengajukan pertanyaan, menghadapkan mereka pada dunia dengan sewajarnya. Pada titik inilah dialog menjadi kata kunci penting dalam pemikiran Freire, karena persoalan yang digeluti tiap individu adalah sesuatu yang bersifat eksistensial.

Buku ini jelas memiliki relevansi yang cukup signifikan bagi masyarakat bangsa Indonesia. Di tengah-tengah proses reformasi, semua elemen masyarakat harus dapat berpartisipasi dengan baik. Dan ini dapat dimulai hanya bila mereka cukup memiliki kesadaran kritis terhadap sistem yang telah mendekam sedemikian rupa sekian lama. Dari buku inilah, kita semua dapat menimba pengalaman teoritik bagaimana membantu masyarakat mencapai tingkat kesadaran kritis yang lebih utuh dan manusiawi.

0 komentar: