Kamis, 12 September 2013

Kerja Efektif


Setiap hari kita tenggelam dalam pekerjaan atau kegiatan yang kita lakukan. Namun pernahkah kita mencoba diam sejenak lalu bertanya pada diri kita sendiri: seberapa jauh sebenarnya langkah yang kita buat dalam pekerjaan kita? Seperti apa sebenarnya nilai pekerjaan atau kegiatan yang telah kita lakukan itu?

Pertanyaan semacam ini dapat kita bawa ke wilayah pekerjaan atau kegiatan yang sifatnya perseorangan maupun kelembagaan. Mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri mungkin terasa cukup sederhana. Pertanyaan itu hanya untuk kita, tidak untuk orang lain. Akan tetapi jika terkait dengan lembaga, pertanyaan ini tampak menjadi lebih rumit karena tentu saja pekerjaan atau kegiatan yang kita maksud melibatkan orang dan faktor yang tidak tunggal.

Baik diarahkan kepada diri kita sendiri maupun pada suatu lembaga, pertanyaan ini pada dasarnya bersifat evaluatif dan reflektif. Pertanyaan ini hendak mengukur dan melihat kembali secara lebih cermat titik-titik yang telah kita lalui dalam serangkaian pekerjaan atau kegiatan kita itu. Seperti apakah bentuk titik-titik yang kita bentuk dalam jejak pekerjaan atau kegiatan kita?

Membiasakan diri untuk mengangkat pertanyaan yang sifatnya evaluatif dan reflektif ini secara gamblang dan terus terang sangatlah penting. Di SMA 3 Annuqayah, hal ini saya wujudkan dengan membiasakan menyusun laporan kegiatan kependidikan sekolah setiap akhir tahun pelajaran. Dalam tiga tahun masa kepemimpinan saya, ada tiga laporan yang telah dibuat. Sejak tahun lalu, saya juga berusaha mendorong tradisi membuat laporan ini pada Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan juga salah satu unit kegiatan siswa di SMA 3 Annuqayah, yakni komunitas siswa peduli lingkungan yang bernama Pemulung Sampah Gaul (PSG).

Dalam laporan yang dibuat sekolah ini saya berusaha untuk mengangkat dan menyajikan semua data yang kami miliki terkait dengan seluruh kegiatan sekolah. Sistematikanya mengikuti bidang-bidang utama yang dikerjakan sekolah, yakni bidang kelembagaan, kurikuler, kesiswaan, sarana dan prasarana, dan administrasi.

Kadang data dan butir informasi yang kami cantumkan terasa agak remeh. Misalnya data asal sekolah siswa atau tanggal pelaksanaan rapat yang pernah dilaksanakan di sekolah. Akan tetapi saya yakin bahwa catatan-catatan seperti itu suatu saat akan kelihatan nilai gunanya.

Laporan sekolah yang kami buat saya dorong agar tidak hanya bersifat formal dan sangat singkat. Dalam tiap butir laporan kegiatan, saya mendorong agar ada deskripsi atau narasi sesingkat apa pun tentang kegiatan yang telah dilaksanakan itu. Pada titik ini kami merasa sangat terbantu oleh tradisi kami yang lain yang sejak tahun 2008 mendorong siswa-siswa kami untuk menulis berita kegiatan di sekolah. Tulisan-tulisan siswa itu pada akhirnya dapat menjadi paparan penjelas yang sifatnya naratif dan deskriptif tentang kegiatan-kegiatan sekolah yang dilaksanakan dalam satu tahun pelajaran. Sadar akan pentingnya “laporan” yang dibuat siswa ini, sejak tahun lalu kami melampirkan tulisan-tulisan siswa tersebut dalam laporan pertanggungjawaban kegiatan kependidikan sekolah.

Laporan yang kami susun ini terasa sekali semakin memudahkan pekerjaan kami pada tahun-tahun berikutnya karena dari laporan itulah kami bisa menemukan satu informasi tertentu tentang satu butir kegiatan yang akan berguna saat kami merancang atau melaksanakan kegiatan serupa di tahun berikutnya. Lebih dari itu, kami juga bisa mendapatkan satu gambaran yang cukup utuh dengan melihat semua apa yang telah kami lakukan dalam rentang satu tahun pelajaran.

Kami merasa dapat bekerja secara lebih efektif saat sejak tahun pelajaran yang lalu, yakni tahun pelajaran 2012/2013, di awal tahun pelajaran kami berhasil menyusun dokumen rencana program sekolah yang cukup lengkap. Pada dua tahun pelajaran sebelumnya, kami hanya membuat alokasi anggaran secara kasar dengan berdasarkan pada apa yang sudah kami kerjakan pada tahun sebelumnya. Namun sejak tahun pelajaran yang lalu, kami berhasil membuat rencana program sekolah yang disusun melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan pihak guru.

Rencana program sekolah itu menuntun arah pekerjaan dan kegiatan kami, dan laporan yang kami buat di akhir tahun mengukur dan menilai seberapa jauh rencana kami itu terlaksana.

Rencana dan evaluasi atau laporan sebenarnya hal yang sudah lazim diketahui oleh banyak orang. Apalagi mereka yang berada di posisi pengambil keputusan atau kebijakan suatu lembaga. Biasanya masalah ini disampaikan dalam pelatihan kepemimpinan atau organisasi. Namun rasanya, paling tidak di sekitar saya, belum banyak lembaga yang mencoba untuk berdisiplin melaksanakan hal ini.

Saya membayangkan seperti apa kira-kira jalannya suatu lembaga yang melaksanakan kegiatan-kegiatannya tanpa perencanaan dan tanpa evaluasi. Pada tingkat yang paling ekstrem, saya pikir lembaga itu mungkin akan sangat rentan dengan situasi darurat atau tantangan bila suatu saat datang. Pada tingkat yang masih bisa ditoleransi, mungkin lembaga itu tetap bisa bertahan dan melaksanakan kegiatan rutinnya. Namun saya pikir lembaga itu akan cukup sulit berkembang.

Kerja efektif dengan perencanaan dan laporan saya rasakan juga dalam kaitannya dengan soal jejaring. Dokumen perencanaan dan laporan sekolah jika disiarkan kepada khalayak terkait akan mempermudah suatu lembaga untuk bekerja sama atau berjejaring dengan pihak-pihak yang lebih luas. Jika saya berbincang dengan seseorang yang sekiranya dapat membantu program sekolah kami, saya cukup memberinya tautan dokumen atau tulisan tentang kami di internet sehingga dia bisa mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Dari situ juga, orang itu dapat juga terus melanjutkan penelusurannya melalui tautan dan jejaring informasi yang tersedia. Saya sangat percaya bahwa kerja sama atau berjejaring adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam membantu kesuksesan pekerjaan atau kegiatan yang kita lakukan.

Kesimpulannya, pekerjaan atau kegiatan kita semestinya kita rencanakan dengan baik dan kita nilai (evaluasi) dengan tertib dalam bentuk dokumen tertulis. Ini tidak saja akan membuat pekerjaan kita menjadi lebih berdaya dan berhasil guna, tapi juga memudahkan orang lain untuk terlibat dan membantu pekerjaan atau kegiatan kita itu.

Terakhir, tulisan ini sebenarnya adalah pengingat untuk diri saya sendiri. Ya, tulisan ini adalah semacam peneguhan agar saat saya berkegiatan di satu lembaga, saya bisa terus istikamah untuk membuat perencanaan dan evaluasi tertulis—sesederhana apa pun, seperti halnya tulisan ini—agar pekerjaan saya itu bisa lebih mangkus atau bahkan agar waktu yang saya habiskan dalam kegiatan saya itu tidak relatif sia-sia.

Wa mâ tawfîq illâ bi l-Lâh.


>> Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan Kependidikan SMA 3 Annuqayah Tahun pelajaran 2012/2013 bisa diunduh di sini.

>> Dokumentasi berita kegiatan SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2012/2013 bisa diunduh di sini.

Read More..

Minggu, 01 September 2013

Mari Selamatkan Manuskrip Pesantren

Salah satu manuskrip keislaman pesantren yang saya temukan bertanggal 10 Oktober 1977.

Kajian pesantren dalam kerangka studi keislaman nusantara sudah cukup banyak dilakukan. Tapi pendekatan yang dilakukan masih sangat sedikit yang menggunakan metode penelitian naskah atau manuskrip pesantren. Studi yang dilakukan lebih banyak mengandalkan pada wawancara dan pengamatan. Ini terjadi terutama karena manuskrip pesantren masih belum mendapatkan perhatian oleh kalangan pesantren sendiri.

Demikian salah satu kunci gagasan yang saya dapatkan saat Pak Amiq Ahyad, kenalan di Facebook yang merupakan dosen filologi di Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya bertandang ke rumah saya beberapa hari setelah lebaran Idulfitri lalu. Kandidat doktor yang menyelesaikan dua program magister di Belanda ini memang mengajar dan menekuni studi naskah (manuskrip) dengan fokus ketertarikan pada manuskrip pesantren.

Kedatangan Pak Amiq kemarin itu di antaranya bertujuan untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya merawat dan menyelamatkan manuskrip pesantren yang menurut perkiraannya pasti sangat melimpah. Pak Amiq memberi ilustrasi kasar dugaannya bahwa di Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, pastilah banyak sekali manuskrip pesantren.

Di pesantren yang tercatat berdiri pada tahun 1887 ini, dahulu pastilah para santrinya memiliki banyak catatan selama belajar di pesantren. Tambahan lagi, dahulu santri relatif sulit untuk mendapatkan kitab sehingga banyak di antara mereka yang menyalin atau menulis ulang kitab yang dipelajarinya di pesantren. Jika sepuluh persen saja dari para santri itu menyalin 2 kitab dalam setahun, maka potensi manuskrip pesantren di jaringan Annuqayah sangat besar.

Belum lagi ada fakta yang telah diketahui banyak orang bahwa beberapa kiai Annuqayah telah mengarang karya-karya berbahasa Arab. Beberapa di antaranya saat ini digunakan sebagai bahan pelajaran di lembaga pendidikan formal di Annuqayah dan lembaga jaringan atau alumninya.

Apa nilai penting salinan atau manuskrip-manuskrip tersebut? Secara sederhana Pak Amiq menjelaskan bahwa manuskrip-manuskrip pesantren itu akan dapat menjadi bukti yang sangat kuat betapa pesantren telah lama memiliki tradisi keilmuan yang canggih. Manuskrip pesantren akan memperlihatkan dengan jelas dialog-dialog keilmuan yang ada di pesantren sejak zaman dahulu.

Di sebuah pesantren di Jawa Timur, tutur Pak Amiq, dia menemukan sebuah karya yang luar biasa yang merupakan ulasan atas kitab Jawharatuttawhid karya Ibrahim al-Laqqani. Manuskrip yang lain, dalam bentuk catatan sederhana, juga berbicara banyak tentang semangat keilmuan yang ada di pesantren.

Saya sendiri sekitar dua tahun yang lalu secara kebetulan menemukan sebuah manuskrip pesantren tertanggal 10 Oktober 1977 di antara kitab-kitab ayah saya. Manuskrip yang saya temukan ini adalah rangkuman atas kitab Matnul Ajrumiyyah, kitab rujukan dasar tentang tata bahasa Arab yang biasa digunakan di pesantren. Manuskrip 31 halaman berbahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf Arab pegon yang ditulis oleh seorang santri bernama Muhammad Sirri ini di mata saya memperlihatkan kecanggihan tradisi keilmuan pesantren pada masa itu. Menyusun rangkuman dari kitab kuning berbahasa Arab bukan sesuatu yang sederhana. Apalagi saya melihat si pengarang sudah bisa menyajikan beberapa poin rangkuman dalam bentuk tabel sehingga lebih mempermudah secara visual untuk memberikan pemahaman kepada pembaca. Tak heran bahwa naskah ini sampai sekarang di Annuqayah masih digunakan sebagai rujukan santri dalam belajar dasar-dasar tata bahasa Arab.


Salah satu salinan manuskrip Kiai Ilyas - Sumber: Muhammad Al-Faiz

17 Agustus lalu, seorang saudara memposting sebuah gambar di Facebook yang memuat kutipan syair berbahasa Arab bertema kemerdekaan yang ditulis oleh salah seorang pengasuh Pesantren Annuqayah, almarhum Kiai Muhammad Ilyas Syarqawi (wafat tahun 1959). Petikan syair itu kata saudara saya yang mengutip, Muhammad Al-Faiz, tercatat bertanggal 17 Agustus 1949. Al-Faiz menyalin syair itu dari manuskrip yang dia temukan di antara arsip almarhum ayahnya.

Manuskrip yang terakhir ini menunjukkan sesuatu yang sangat menarik: bahwa tokoh pesantren di Madura telah cukup intens bersentuhan dengan ide nasionalisme. Tak mengherankan, karena saudara Kiai Muhammad Ilyas, yakni Kiai Abdullah Sajjad, meninggal pada 3 Desember 1947 setelah ditembak oleh tentara Belanda.

Kedatangan Pak Amiq beberapa hari setelah lebaran lalu menggugah saya dan orang-orang pesantren pada umumnya untuk semakin sadar akan pentingnya dokumentasi dan nilai historis dari manuskrip pesantren. Kata Pak Amiq, manuskrip-manuskrip pesantren itu harus segera diselamatkan karena jika tidak pesantren akan kehilangan bukti sejarah kehebatannya di masa lalu. Bukti sejarah ini bukan sekadar dasar untuk dijadikan klaim bahwa pesantren sudah menjadi pusat keilmuan keagamaan sejak lama. Lebih dari itu, manuskrip-manuskrip itu dapat menjadi bahan pelajaran dan motivasi bagi orang-orang pesantren untuk terus berkhidmah di dunia pendidikan dan kemasyarakatan sebagaimana dahulu sudah dilakukan.

Hanya kepedulian orang-orang dalam pesantren sendirilah yang akan dapat menyelamatkan nasib manuskrip-manuskrip pesantren yang berharga itu.

Read More..