Rabu, 10 Juli 2024

Dari Sudut Ruang di Kursi Tunggu


Dari sudut ruang di kursi tunggu ini, saya menatap pintu itu lekat-lekat. Saya membaca nama-nama itu. Dua nama itu. Satu menangani ayah saya, sepuluh tahun lalu, dalam waktu tidak lebih dari 2x24 jam, sebelum kemudian ayah saya meninggal dunia di rumah sakit ini. Nama lainnya menangani ayah-mertua saya selama sekitar 2 bulan hingga beliau meninggal di awal Ramadan lalu.

Dan saya terduduk di sini, menunggu panggilan untuk bertemu dengan dokter itu.

Pikiran saya masih dipenuhi dengan baris-baris kalimat dalam berkas tugas kuliah yang belum selesai. Hari ini adalah hari terakhir penyetoran tugas. Tapi saya harus menemui dokter itu untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan laboratorium dua hari yang lalu. Harus hari ini, karena berkaitan dengan obat yang harus saya minum dan beberapa keluhan yang saya alami sekitar 2 bulan terakhir. Saya tidak bisa menunda.

Tiba-tiba bayangan pikiran saya dilempar ke momen tahun lalu. Ya, tahun lalu saya juga duduk di sini. Hampir persis tahun lalu. Waktu itu pertengahan Juni. Saya duduk di sini tahun lalu untuk mengurus berkas pendaftaran beasiswa studi saya yang mensyaratkan surat keterangan sehat dari rumah sakit. Dan di akhir semester perkuliahan ini saya harus bertemu dengan dokter yang sama untuk masalah kesehatan saya sendiri.

Saya telah menjalani satu tahun yang penuh warna. Jogja, Astra Seroja, kereta, bus Eka, suka duka. Oiya, ada juga yang masih satu wazan: Mas Anta. Satu tahun yang ternyata di antaranya dimulai dari sini, dan juga titik akhirnya di ujung semester kedua ini juga saya masih harus ke sini. Seperti cerita David Webb yang berburu identitasnya di sekuel Bourne edisi kedua ke Johnston Medical Clinic yang merupakan tempat Special Research Development proyek Treadstone.

Lembar demi lembar perjalanan satu tahun melintas dalam pikiran saya. Rasanya begitu cepat waktu berlalu. Saya bersyukur bahwa saya telah berdiri di sini, di lintasan terakhir sebelum mencapai garis finish etape pertama.

Ada momen-momen yang rasanya sayang jika tak dituliskan. Momen yang mungkin memang tidak akan terulang dan rekamannya ingin saya bagikan. Saya membayangkan saya berharap bahwa nanti anak saya akan membacanya, seperti beberapa bulan lalu saat anak saya membaca petikan cerita saya yang ketinggalan kereta terakhir di Frankfurt dan harus kedinginan dan menjadi “gelandangan” semalam di penghujung 2009 dahulu.

Satu tahun perjalanan ikhtiar untuk merawat passion dan semangat keilmuan dalam diri saya yang saya rasakan sempat redup sebelumnya di antara rutinitas kegiatan saya. Ya, rasanya saya memang telah diserang virus itu: rutinitas, yang sering saya sampaikan di kelas bahwa itu adalah musuh terbesar filsafat yang dapat menenggelamkan kita dan membutakan kita dari sikap kritis dan reflektif.

Satu tahun ini, saya sudah diajak melihat-lihat kios gagasan. Menekuri lembar-lembar kertas, menelusuri jurnal-jurnal. Diskusi-diskusi di kelas. Waktu yang terasa berlari cepat dan menyempit saat menuntaskan tugas ulasan bacaan. Daftar bacaan yang seperti tak habis-habis, seperti Sisifus yang mendorong batu-batu. Lebih dari itu, ada orang-orang yang saya jumpai. Persona, bukan sekadar nama-nama. Para guru, rekan-rekan di kelas. Mitra diskusi lainnya yang sudi meluangkan waktu mereka. Aktor dan aktris pendukung yang tak bisa saya abaikan dan mesti juga nanti dipersilakan naik panggung untuk diberi penghargaan. Mereka semua yang nanti akan tampak semakin luar biasa.

Saya teringat anak saya saat pertama diajak ke pasar malam di kota. Lampu-lampu gemerlap. Meski semula seperti takut, akhirnya anak saya mau naik komidi putar dan tak lagi takut dengan ketinggian. Dari atas, dia bisa melihat pemandangan kota. Seperti John Keating saat mengajak murid-muridnya untuk naik berdiri di atas meja di kelasnya dalam Dead Poets Society. Melihat dari ketinggian. Memberi perspektif baru.

Kelebat bayang-bayang itu buyar. Nama saya dipanggil dari pengeras suara yang kadang terdengar sayup tapi kadang begitu memekakkan telinga. Saya harus masuk dan menemui dokter itu. Mendengarnya memberi penjelasan yang rasanya terlalu singkat untuk saya yang berharap detail dan pernah membaca Beauchamp dan Childress tentang etika profesi kedokteran. Dan nanti antre di apotek. Lalu pulang untuk menyelesaikan tugas paling akhir di semester ini agar saya dapat bebas dari sekolah dan bebas dari makalah—setidaknya di akhir etape ini.

Pamekasan, 6 Juli 2024

Read More..