Tiap kali mengingat pengalaman Eropa selama 10 bulan dalam rentang 2009-2010, saya senantiasa bersyukur. Menjalani studi di Utrecht, Belanda, dan Trondheim, Norwegia, dengan dukungan beasiswa dari Uni Eropa, saya tak hanya memperoleh pengalaman akademik yang menarik, tapi juga pengalaman hidup yang lebih berwarna.
Perjumpaan dengan manusia dengan latar yang sangat beragam, kehidupan di negeri dengan musim yang bahkan cukup ekstrem, hidup dalam tatanan sosial yang berbeda, nilai dan ideologi atau keyakinan yang berlainan, semua merupakan pengalaman berharga yang saya temukan dalam wajah Eropa.
Saya juga bersyukur bahwa sejak menjelang keberangkatan saya ke Eropa dulu hingga kembali ke kampung halaman, saya sempat menulis sekitar 30 catatan bertajuk pengalaman Eropa. Catatan-catatan itu mengangkat tema yang beragam: pengalaman ribetnya mengurus dokumen sebelum berangkat, pengalaman bersepeda di Belanda, pengalaman menggelandang semalam di Frankfurt, pengalaman mengunjungi museum Anne Frank di Amsterdam, kesan lalu-lalang di kereta bawah tanah kota Paris, keterpukauan menyaksikan daun-daun yang berjatuhan di musim gugur, kesunyian musim dingin, keterpencilan kota Trondheim, Norwegia, di dekat lingkar kutub utara, dan sebagainya. Ada juga catatan yang ditulis lebih setahun setelah kepulangan saya dari Eropa. Tulisan itu mengenang sebuah tempat di dekat kampus di Trondheim yang menjadi eksotis saat musim semi datang dan bunga-bunga liar bertebaran di pinggiran hutan.
Saya telah membagikan tulisan-tulisan itu di blog saya, langsung setelah tulisan-tulisan itu dibuat. Akan tetapi, meski menurut catatan tulisan-tulisan itu telah diklik oleh puluhan bahkan ratusan pengunjung, saya masih ingin tetap berbagi rasa Eropa yang saya rekam dalam tulisan-tulisan saya itu.
Ada beberapa pengalaman yang tak sempat saya tulis saat saya di Eropa. Karena itu, saya pikir idealnya mungkin saya mesti menulis ulang pengalaman Eropa itu secara lebih utuh. Namun saya masih tak berhasil mengatur waktu saya untuk hal ini. Hingga sekarang, saya membiarkan beberapa pengalaman itu hanya tercatat sebagai tema yang seperti menunggu waktu untuk dituliskan. Apa mungkin saya kekurangan kayu bakar untuk memasak ide-ide itu?
Akhirnya, setelah lebih dua tahun pulang dari Eropa, saya memutuskan untuk memilih tulisan-tulisan yang mencatat rasa Eropa itu. Saya ingin membukukannya, meskipun dengan cara dan kemasan yang sederhana. Setelah melalui proses yang relatif singkat, dengan berbagai pertimbangan, di hadapan saya akhirnya terpilih 20 tulisan.
Saya kemudian menatanya sendiri dengan perangkat lunak di komputer. Saya juga merancang sampulnya. Dalam hal ini, saya mungkin bisa dibilang cukup berani, atau nekat, karena sesungguhnya terkait dengan perangkat lunak perwajahan, saya benar-benar masih baru mulai belajar.
Saya menggunakan foto-foto jepretan saya ketika di Eropa untuk melengkapi tulisan-tulisan itu, termasuk juga untuk sampulnya. Saya tak bisa mengabaikan foto-foto saya itu, karena sebenarnya beberapa tulisan justru lahir dari gambar yang saya rekam dengan kamera saku saya saat di Eropa.
Demikianlah. Pada akhirnya, saya pun belajar menjadi wirausaha untuk membagikan rasa Eropa ini. Setelah semuanya rampung, saya membawa naskah dengan tebal 106 halaman itu ke percetakan. Saya memperbanyak naskah yang saya beri judul 10 Bulan Pengalaman Eropa itu hingga dua ribu eksemplar.
Sekarang saya hanya bisa penasaran, ke manakah kertas-kertas yang mencatat rasa Eropa itu akan menyebar. Saya juga penasaran, bagaimana rasanya racikan pengalaman yang saya susun dan saya sajikan ini di lidah para pembaca nanti.
Selebihnya, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang berkenan ikut mencicipi rasa Eropa sajian saya ini. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada mereka yang memungkinkan rasa Eropa ini dapat saya alami dan dibagi. Terakhir, saya mohon maaf jika sajian saya kurang sempurna.
Tabik.
Read More..