Sekarang kau sudah tahu semuanya. Tak ada lagi misteri. Tak ada lagi tirai yang menutupi jawaban atas pertanyaan-pertanyaanmu. Kebisuan, kabar angin yang bertebaran, sangkaan yang mengecewakan, kiriman buku kecil di hari ulang tahun, surat-surat yang hanya berbalas kata-kata singkat, kunjungan terakhir di awal tahun, semua telah dibicarakan.
Namun begitu, kupikir, mungkin saja kau masih menyimpan pertanyaan tentang momentum titik penyingkapan ini: mengapa harus sekarang kau mendapatkan penjelasannya, setelah sekian lama kau terperangkap dalam ketidakmengertian?
Kau sendiri tak terlalu banyak menjelaskan apa yang terjadi pada dirimu dalam rentang belasan tahun itu—setidaknya sejauh yang terkait dengan diriku. Aku sendiri tak mencoba mempertanyakannya. Aku tahu, jika memang ada hal penting, kau mungkin akan menyampaikannya padaku; kau akan mengurai satu persatu hal-hal yang mungkin saja masih kau simpan di situ, di bilik hatimu—entah kapan.
Sebagaimana sering terjadi, isi kepalaku kini memuat pertanyaan-pertanyaan umum yang cenderung agak abstrak. Dalam konteks dan momentum yang lain, pertanyaan serupa pernah singgah sejenak. Tapi tak pernah kurasakan pertanyaan itu datang berulang-ulang menuntut penjelasan—seperti sekarang. Mungkin penjelasannya tak harus spesifik, dan bisa lebih bersifat umum pula, sebagaimana karakter pertanyaannya.
Apakah (dan bagaimanakah) setiap informasi tertentu yang kuterima mengubah cara pandangku atas dunia? Lebih khusus lagi, apakah (dan bagaimanakah) informasi tertentu tentang seseorang akan menggeser atau memutar haluan pandanganku atau memberiku cara pandang yang baru tentang seseorang itu? Seberapa jauh informasi tertentu (tentang seseorang) dapat menebarkan kebencian, rasa permusuhan, toleransi, permakluman, atau mungkin cinta? Seberapa penting informasi tertentu dibutuhkan untuk membuat sebuah keputusan? Apa ini ada kaitannya dengan yang pernah Sokrates nyatakan bahwa wawasan dan pengetahuan yang benar dapat menuntun pada tindakan yang benar? Jenis “wawasan dan pengetahuan yang benar” macam apa yang kiranya “dapat menuntun pada tindakan yang benar”?
Faktanya, aku menemukan hal yang tak sederhana—setidaknya sependek pengalaman dan pengamatanku. Pengetahuan dan informasi tertentu dapat menyeret seseorang pada keputusasaan, kekecewaan, penyesalan, kebencian, dan semacamnya. “Matilah terhadap segala yang kau tahu,” tulis Putu Wijaya.
Saat pikiran-pikiran ini berdatangan, tebersit bayangan andai suatu saat, atau mungkin dalam waktu dekat, kita bisa membicarakannya berdua, mereka-reka berbagai kemungkinan jawabannya tanpa harus terbebani dengan fakta-fakta lalu atau yang mungkin saja datang kemudian. Membicarakannya, kita mungkin tak harus mencoba mengantisipasi situasi spesifik yang akan terjadi. Tak harus gentar dengan itu. Fakta-fakta kita masukkan dalam kurung terlebih dahulu. Karena kenyataan memang terkadang begitu rumit—bahkan mungkin pahit. Mungkin karena kenyataan adalah semacam pertautan persona tak terhingga bersama nilai-nilai dan latar unik yang mereka bawa.
Setelah kau dan aku pelan-pelan mulai bersama-sama mengetahui semuanya, mari kita nikmati pembicaraan yang indah ini, tentang pertanyaan-pertanyaan di atas ini, sambil sesekali merayakan kegilaan kita bersama-sama. Dan kemudian, dunia tak akan lagi sama.
Rabu, 21 Juli 2010
Dunia Tak Akan Lagi Sama
Label: Diary
Langganan:
Postingan (Atom)