Jumat, 15 Maret 2013
42 Esai al-Qur’an
Dua bulan tidak posting tulisan di blog ini, saya sebenarnya tetap menulis. Namun, tulisan-tulisan yang saya buat sepanjang Januari hingga Februari 2013 ini tak bisa saya tayangkan di sini karena pada rentang waktu tersebut saya mengerjakan 42 tulisan pesanan Penerbit al-Mizan. Al-Mizan adalah salah satu unit penerbitan PT Mizan Pustaka Bandung yang khusus bergerak di bidang penerbitan al-Qur’an.
42 tulisan tersebut adalah pesanan al-Mizan untuk sebuah proyek penerbitan buku. Karena itu, saya pikir tulisan-tulisan tersebut kurang etis jika tampil terlebih dahulu di sini sementara buku yang dimaksud belum terbit.
Bagaimana kisah penulisan 42 esai tersebut?
***
Saat pertama kali dihubungi Mizan untuk menulis esai-esai tersebut pada akhir November 2012, saya sempat ragu. Saya tak memiliki latar belakang keilmuan yang mendalam di bidang studi al-Qur’an. Pengetahuan keagamaan saya rasanya tidak cukup mendalam untuk menulis esai sepanjang sekitar 400 kata tiap satu judul yang dimaksudkan untuk memperkaya ayat atau sekelompok ayat tertentu yang telah dipilih oleh Mizan untuk sebuah proyek penerbitan al-Qur’an.
Saya menyampaikan keraguan ini secara langsung kepada Cak Amar Faishal, perwakilan Mizan yang menghubungi saya lewat telepon. Namun Cak Amar meyakinkan saya bahwa saya bisa menulis seperti apa yang diinginkan Mizan. Dalam pembicaraan telepon, Cak Amar menjelaskan secara singkat jenis tulisan dan tujuan yang diinginkan Mizan serta kerangka besar proyek penerbitan al-Qur’an tersebut.
Akan tetapi, keraguan saya masih terus menggantung di pikiran. Lebih dari sekadar soal penguasaan keilmuan, keraguan saya sebenarnya juga bersumber dari pikiran yang lain. Menulis esai yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau memperkaya ayat al-Qur’an buat saya memberi beban psikologis tersendiri. Apa yang akan saya tulis berkaitan dengan subjek yang bernilai suci dan agung. Ini tidak sama dengan menulis kisah tentang salju yang masih turun di bulan Mei di sebuah kota terpencil di dekat kutub utara. Atau menulis makalah tentang cara menulis artikel atau resensi buku. Atau menyusun bahan ajar Bahasa Indonesia untuk kelas X SMA.
Berhadapan dengan subjek agung yang akan saya tulis, saya merasa diri saya terlalu kotor sehingga saya bertanya-tanya: tulisan seperti apa yang akan lahir dari diri yang kotor ini saat menulis sesuatu yang agung?
Pertanyaan ini mengganggu saya cukup lama sehingga saya tak kunjung memulai menulis esai-esai yang diminta oleh Mizan itu. Jika akhirnya saya mulai menulis, itu karena saya menemukan penjelasan yang bagi saya rasanya cukup melegakan. Melalui komentar atas status Facebook saya tanggal 26 Desember 2012 yang menggambarkan kegelisahan saya, Cak Amar memberi kerangka pikir bahwa bisa jadi menulis esai-esai sebagaimana dipesan Mizan buat saya akan menjadi bagian dari penyucian dari kotoran-kotoran diri itu.
Singkatnya, awal Januari 2013 saya mulai menulis.
Pemaparan latar belakang atau kisah ini saya harapkan bisa menjadi bagian dari permakluman pembaca jika esai-esai yang saya tulis itu sangatlah jauh dari mutu yang dibayangkan. Saya mohon maaf jika esai-esai saya itu tidak banyak memberi kilau cahaya meski subjek yang diulas adalah Sumber-Maha-Cahaya. Keterbatasan wawasan dan pengetahuan serta mutu diri pribadi saya sangat mungkin menjadi penghalang untuk lahirnya tulisan yang lebih baik dan menggerakkan pembaca.
Namun saya berusaha untuk melakukan yang terbaik. Dalam menulis esai-esai itu, saya berusaha menggunakan rujukan dari kitab tafsir klasik. Inilah hikmah yang saya rasakan dalam proses penulisan esai-esai itu: saya jadi bersemangat membuka kitab-kitab tafsir koleksi saya yang sebelumnya sangat jarang disentuh. Proses penulisan esai-esai tersebut sekaligus memperkuat kecintaan saya pada al-Qur’an.
Dalam menyusun satu esai, paling tidak saya membuka Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Munir karya Wahbah al-Zuhayli, dan Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab. Setelah saya menemukan titik tertentu dari ketiga rujukan itu yang bisa saya gunakan sebagai fokus tulisan, saya berusaha memperkaya dengan bacaan yang lain. Jika tidak mendapatkan referensi tambahan, saya berusaha menguatkan sudut pandang dan fokus bidikan sehingga butir gagasan yang hendak disampaikan paling tidak bisa lebih jelas.
Dari keempat puluh dua esai yang saya susun itu, saya hitung ada 34 buku rujukan yang saya gunakan. 13 di antaranya berbahasa Arab, 1 berbahasa Inggris, dan sisanya berbahasa Indonesia. Namun di antara rujukan berbahasa Indonesia yang saya gunakan itu, ada yang merupakan buku terjemahan. 7 buku diterjemahkan dari bahasa Inggris, 1 buku terjemahan dan 1 buku saduran dari bahasa Arab.
Empat puluh dua esai yang saya tulis itu memiliki dua tema besar: akidah dan akhlak. Adapun fokus ayat dan tema yang diangkat memang sudah ditentukan oleh Mizan. Proses penulisannya dimulai pada tanggal 2 Januari dan berakhir pada 21 Februari 2013. Saya mengerjakannya di sela-sela kegiatan utama saya di SMA 3 Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep. Kebanyakan esai-esai itu ditulis di penghujung hari menjelang saya beristirahat atau setelah subuh sebelum memulai aktivitas di sekolah.
Ada beberapa kejadian menarik yang saya alami selama saya menulis esai-esai tersebut. Saat baru saja menulis beberapa judul tulisan, secara kebetulan saya berada di sebuah forum yang juga membahas tema atau bahkan ayat yang saya ulas tersebut. Sehari setelah menulis ulasan surat al-Anfal ayat 17 bertema “perbuatan” Tuhan, pada tanggal 16 Januari saya ikut menyambut Syekh Khalil ibn Abdul Qadir dari Lebanon yang berkunjung ke Annuqayah. Dalam kesempatan itu, beliau sempat berdiskusi dengan pengasuh Annuqayah dan juga santri. Nah, di antara fokus pembahasan diskusi, beliau sempat membahas ayat yang baru sehari saya tulis ulasannya itu.
Sabtu malam tanggal 26 Januari, saya mengikuti pengajian Drs. K.H. A. Hanif Hasan dengan alumni Annuqayah di Kecamatan Ambunten. Dalam ceramah keagamaan yang disampaikan, beliau mengangkat tema yang serupa dengan ayat yang baru sehari saya tulis, yakni surat al-An‘am ayat 160.
Pada Rabu siang tanggal 30 Januari saya mengikuti pengajian Drs. K.H. A. Warits Ilyas dengan alumni Annuqayah di Kecamatan Rubaru. Dalam pengajian itu, beliau mengupas ayat yang isinya serupa dengan ayat yang baru saja saya tulis ulasannya di pagi hari yang sama, yakni surat al-Maidah ayat 69.
Kejadian terakhir, setelah di pagi hari tanggal 5 Februari saya selesai menulis esai yang membahas tentang zihar, yakni surat al-Mujadalah ayat 2-4, saya masuk ke salah satu kelas saya di SMA 3 Annuqayah. Ternyata, guru sebelum saya baru saja membahas tentang zihar.
Saya mencatat kejadian-kejadian ini karena bagi saya ini tampak sebagai sebuah kebetulan yang cukup unik. Saya berharap ini menjadi pertanda baik bahwa saya tidak salah menerima tawaran Mizan untuk menulis esai-esai al-Qur’an itu.
Saya menyampaikan terima kasih kepada Mizan yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk terlibat dalam proyek penulisan esai-esai al-Qur’an tersebut. Saya juga berterima kasih kepada Cak Amar Faishal yang telah meyakinkan saya sehingga saya cukup percaya diri untuk menerima tawaran Mizan dan akhirnya saya dapat menulis esai-esai tersebut.
Semoga Allah meridai.
Label: Literacy
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
7 komentar:
Setelah membaca tulisan ini, sepintas saya jadi ingat tulisan mbak Dee tentang Sinkronisitas. Pengalaman yang sungguh menarik ^_^
Seperti-itukah maksudnya?
Ya, kira-kira begitu. Dan saya menunggu untuk masuk ke sinkronisasi yang lain...
luar biasa, mas musthtahafa. tetap menulis di tengah-tengah kesibukan mengajar. inspiring!!!
Terima kasih, Irsyad, telah mampir dan memberi komentar.
Subhanallah...
Barokallahu Laka, Kiai.
Semoga kita dapat melanjutkan perjuangan para 'ulama', tak terkecuali alm Syaikh Prof Ramadlan Al-Buthy yang kemaren lusa wafat (insyaAllah) syahid.
Allahumma Amin...
Salam ta'dhim.
Kerren! No other word! :D
Sukses Ustadz, utk karya2nya, dari pengagummu yang sll berdoa utkmu, *bersua agung dg pak Tamar, dll di Bogor, LMKS, see ya
Posting Komentar