Jumat, 13 Oktober 2017

Legenda Demonstran di Seberang White House

Tenda demonstran WHPV di seberang White House, Washington DC

Ada hal menarik saat untuk pertama kalinya kami berkegiatan di Amerika, yakni jalan-jalan ke White House di Washington DC. Saat itu hari Ahad siang, 9 September 2017. Itu adalah hari kedua kami di Washington DC untuk rangkaian kegiatan sekitar 3 pekan di beberapa kota di Amerika. Mobil yang mengantar kami dari hotel menurunkan kami di Lafayette Square yang terletak di salah satu sisi White House.

Lafayette Square tidaklah amat luas. Setelah pemandu berbincang ringan tentang taman itu dan juga tentang White House, kami kemudian melintasi taman itu ke arah Gedung Putih. Begitu melewatinya, kami tiba di halaman luar White House yang dikelilingi pagar dan dijaga oleh beberapa petugas kepolisian.

Siang itu pengunjung begitu ramai lalu-lalang di situ. Namun, begitu masuk ke area halaman luar White House, perhatian saya langsung tertuju pada sebuah tenda yang di sekitarnya dipenuhi dengan tulisan-tulisan dan foto-foto semacam poster. Seorang lelaki berjanggut dan menggunakan kursi roda tampak di depan tenda berbicara keras ke arah orang-orang yang melintas.

Rombongan kami tak berhenti lama di tenda tempat orang yang tampak sedang melakukan aksi demonstrasi itu. Rombongan kami keburu bergerak mendekat ke arah White House mengikuti gerak pemandu yang terus memberi penjelasan.

Sambil mendengarkan penjelasan pemandu yang bergerak mulai dari depan White House, terus ke arah kanan ke Blair House dan Eisenhower Executive Office Building, dan kemudian berbalik ke arah gedung Treasury Department, di pikiran saya kadang melintas tenda demonstrasi dan sosok berjanggut itu.

Agak penasaran, hari Selasa pagi, 12 September, setelah shalat subuh saya berangkat sendiri dari One Washington Circle, hotel tempat saya menginap, ke White House dengan jalan kaki. Jarak 1,5 km ditempuh sekitar 16 menit. Hari masih gelap. Saya mengambil jalur Jalan K, lalu Jalan H, hingga tiba di Lafayette Square. Mendekati halaman luar White House yang tak berpenerangan yang cukup, saya mendengar gema suara orang yang seperti berteriak. Sampai di area halaman luar White House, di samping tenda demonstran itu, lurus ke arah White House, saya melihat sesosok orang menghadap pagar White House. Dialah sumber suara itu. Di hadapannya ada tiga orang petugas kepolisian.

Saya berusaha menangkap omongannya. Pembicaraannya ternyata tentang bencana Badai Irma di kawasan Florida. Dia menuntut pemerintah untuk benar-benar memberi perhatian kepada warga yang terkena musibah alam tersebut.

Saya mencoba mendekat ke arah petugas, lalu pura-pura bertanya letak ATM Bank of America terdekat, hanya untuk mencoba melihat dari dekat sosok lelaki yang berteriak itu. Si petugas tidak tahu pasti ATM yang saya tanyakan. Saat bertanya, saya melirik ke sosok lelaki yang agak gemuk dan mengenakan pakaian berwarna merah muda itu. Dia bukan orang yang saya lihat di hari Ahad sebelumnya dengan berkursi roda di dekat tenda. Dia tampak tidak terganggu dengan kedatangan saya ke petugas di dekatnya. Dia tetap bermonolog ke arah White House.

Saat Jum’at sore (15 September) saya melewati kawasan White House itu lagi, saya masih melihat si demonstran dengan tendanya.

Meninggalkan Washington DC pada hari Sabtu 16 September untuk pindah ke kota Detroit di Michigan, saya masih belum menyadari bahwa tenda dan demonstran di Lafayette Square seberang White House itu adalah sebuah legenda. Sementara itu, saya hanya menyimpan rasa kagum bahwa ada orang demonstrasi (yang dilakukan berhari-hari) di depan White House yang dibiarkan begitu saja oleh petugas kepolisian. Terlintas pertanyaan apakah itu bagian dari praktik kebebasan berbicara di Amerika.

Tenda dan demonstran di White House kembali muncul dalam pikiran saya saat di kota Detroit saya berjumpa dengan seorang perempuan yang tengah melakukan aksi demonstrasi sendirian di sebuah persimpangan jalan di dekat gedung perkantoran Renaissance Center. Dia mengangkat tulisan besar yang intinya mengecam General Motors yang persis berkantor di gedung Renaissance Center itu. Beberapa tulisan lainnya disiapkan di dekatnya.

Kesan saya saat menyaksikan aksi solo demo di pagi hari di kota Detroit yang katanya memang sedang dilanda krisis ekonomi sehingga di antaranya mengakibatkan terjadinya PHK yang cukup masif itu adalah soal kegigihan. Rupanya untuk mengungkapkan aspirasi atau tuntutan memang tak harus beramai-ramai. Satu orang sudah cukup. Asal cari tempat yang tepat. Seperti juga halnya aksi demo di Lafayette Square itu.



Saat saya bermaksud menuliskan catatan tentang dua aksi solo demo di Washington DC dan Detroit itu, saya mencoba menggali data di internet. Saat mencoba mengamati dua foto tersebut yang sempat saya ambil, khususnya foto tenda dan demonstran di White House, saya cukup terkejut saat saya melihat bendera Palestina ukuran kecil dipasang di atas tenda, bersebelahan dengan bendera Amerika.

Wah! Tenda dan demonstran ini pasti bukanlah hal sembarangan. Bendera Palestina bukan sesuatu yang biasa jika ia dipasang di dekat White House. Tapi mengapa saya tidak ingat pernah mendengar komentar atau pemaparan tentang tenda dan demonstran itu dari pemandu saat keliling kota Washington DC? Apa saya melewatkan bagian itu?

Saya coba minta bantuan Google dengan kata kunci teks yang saya temukan di foto tersebut. Saya menggunakan kata kunci “William Thomas anti nuclear peace vigil”. Saya juga coba “Palestine flag white house”, juga dengan variasi bahasa Indonesia. Dan ternyata saya menemukan cerita tentang legenda!

Dari Wikipedia dan beberapa sumber lainnya, saya jadi tahu bahwa tenda dan demonstran di Lafayette Square itu sudah memulai aksinya sejak 3 Juni 1981. William Thomas adalah pelopornya. Thomas yang kelahiran New York ini adalah seorang aktivis anti-nuklir dan juga aktivis perdamaian. Saat meninggal pada 23 Januari 2009, aksinya di depan White House yang sudah menjadi legenda dilanjutkan oleh Concepcion Picciotto—biasa disebut Connie—yang telah mengikuti aksi Thomas sejak Agustus 1981. Connie yang berdarah Spanyol ini meninggal pada 25 Januari 2016, dan aksinya kini dilanjutkan oleh rekan-rekannya sesama aktivis perdamaian yang tergabung dalam kelompok White House Peace Vigil (WHPV).

Adapun bendera Palestina yang dipasang di tenda demonstran itu, itu merupakan tanda bahwa isu Palestina adalah salah satu fokus masalah yang disuarakan selain masalah Irak dan juga Suriah yang belakangan juga hangat. Dari kunjungan saya selama tiga pekan di Amerika, saya akhirnya dapat memahami bahwa isu perdamaian dan perang di berbagai negara di dunia sangatlah berkaitan dengan Amerika karena faktanya cukup banyak warga yang mengalami konflik di berbagai negara tersebut yang kemudian hijrah ke Amerika.

Begitu selesai membaca beberapa informasi di internet tentang tenda dan demonstran di depan White House itu, saya merasa cukup menyesal bahwa saya baru mengetahui tentang legenda demonstran yang katanya sempat berkali-kali berurusan dengan pengadilan di Amerika akibat aksinya yang tercatat sebagai aksi demonstrasi terlama di Amerika yang tak bisa dibubarkan oleh pemerintah. Aturan bahwa aksi demonstrasi tidak boleh sampai menginap tidak bisa menghentikan aksi kelompok White House Peace Vigil ini, karena aksi ini jauh lebih awal digelar daripada terbitnya peraturan tersebut.

Andai saya tahu saat saya masih tinggal di Washington DC, mungkin saya bisa menggali informasi secara langsung di sana. Saya bisa bertanya tentang suka duka para aktivis perdamaian yang bergantian meneriakkan tuntutannya pada salah satu pusat politik di dunia itu. Saya mungkin juga akan menanyakan tentang keluarga mereka dan juga aneka tanggapan yang mereka terima dari para pengunjung di tempat itu.

Ah, semua hanya tinggal penyesalan. Ini akibat keterbatasan pengetahuan saya sehingga saya melewatkan salah satu legenda demonstran yang bernilai penting di Amerika. Akhirnya, saya sendiri tidak tahu apa saya masih akan punya kesempatan untuk kembali ke Lafayette Square itu untuk sekadar berbincang, foto bareng, atau turut menyumbang 10 atau 20 dolar untuk aksi damai tersebut.

1 komentar:

antakusuma mengatakan...

Terima kasih banyak untuk tulisan ini.