Entah mengapa, tiba-tiba pikiran ini datang tadi lewat tengah malam . Aku baru sadar, bahwa sebenarnya matahari itu tak pernah gerhana. Matahari tak pernah berhenti mencurahkan cahayanya walau sekejap. Para ilmuwan memperkenalkan istilah “gerhana matahari” hanya dalam pengertian teknis belaka. Gerhana matahari, demikian kata para ilmuwan, terjadi manakala bayangan bulan menghalangi cahaya matahari karena ia lurus sejajar ke arah belahan bumi tertentu. Gerhana matahari total terjadi ketika bayangan bulan yang menghalangi matahari benar-benar sejajar ke arah bumi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gerhana matahari adalah gambaran keterbatasan sudut pandang manusia yang tak bisa menangkap wujud cahaya matahari karena kondisi tertentu yang menghalanginya, yakni posisi bulan dengan bayangannya yang sejajar.
Benar, Yulis, matahari sesungguhnya tak pernah gerhana. Kalaupun ia harus disebut gerhana, bahkan gerhana total, konon kata para ilmuwan itu berlangsung tak lebih dari delapan menit saja. Dengan kata lain, sungguh sebentar.
Yulis... Jika aku harus tampak gerhana, yakinlah bahwa itu hanya pertanda dari keterbatasanku saja—juga keterbatasan kita semua. Jauh di atas sana, cahaya matahariku sejatinya tetap tersorot bersama lantunan doa.
Rabu, 19 Maret 2008
Matahari Tak Pernah Gerhana
Label: Diary
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
ah. Kok saya heran ngeliat sang filsuf bersastra. Apa kata Plato nanti? apa dia akan tetap tidak setuju atas pendapatnya tentang sastra dan falsafah?
Indonesia ini sangat indah dan benar2 menarik ya, bung!??? :-)
pasti ketika lora curhat, lagi sedih karena ditinggal santrinya. soalnyakan tanggal 19 maret kami pulang...
hwahaha kacian deh lora ditinggal. tapi sekarang lora yang ningggalin kami. lora marah ya... karena ditinggal. jadi ceritanya balas dendam nich...
duh... lucu banget
;-)
eyatorna nyepper
//hammadriyadi.blogspot.com
permisi. sy tautkan blog sampeyan ke blog sy. thx
sempurna pak.
yang terhalang pandangan mata. bukan cahaya matahari.
Posting Komentar