Latar Belakang
Untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat, layanan kesehatan dan layanan rumah sakit yang baik sangat mendesak. Faktanya, di beberapa daerah, layanan rumah sakit masih menghadapi banyak masalah untuk bisa disebut baik.
Di antara masalah yang mungkin tampak sederhana yang paling kelihatan dan mendesak untuk diperbaiki adalah masalah sistem antrean. Untuk mengetahui masalahnya secara lebih baik, saya beri Anda ilustrasi berbasis pengalaman, yakni pengalaman saya sendiri saat menjalani salah satu sesi rawat jalan di sebuah rumah sakit.
Data-data saya rujuk sebagian dari Google Maps. Menurut linimasa saya di Maps, saya berada di kompleks rumah sakit itu mulai pukul 08.04 WIB hingga 11.50 WIB. Ya, hampir empat jam.
Bagaimana urutan ceritanya? Setiba di sana, saya memarkir sepeda motor saya. Begitu tiba di parkiran, saya langsung tertekan menyaksikan tempat parkir yang sangat penuh. Tak seperti bulan-bulan sebelumnya. Saya sudah rutin kontrol kesehatan tiap bulan sejak Desember 2023—mungkin hanya melewatkan satu bulan karena situasi tertentu.
Kekhawatiran saya terbukti. Saat antre untuk check in di mesin pemindai sidik jari di pintu masuk, antrean sudah menggila. Satu mesin dengan satu petugas yang melayani dikerumuni pasien yang harus memindai sidik jarinya terlebih dahulu. Saya ingat bahwa rasanya ada tiga mesin pemindai di pintu rumah sakit ini. Apakah dua mesin lainnya sedang bermasalah atau bagaimana? Kalau dua mesin lainnya berfungsi, mengapa saya tidak melihat petugas yang mengarahkan untuk memindai di mesin yang lain? Atau bagaimana? Saya tidak berpikir terlalu panjang, langsung ikut antre di mesin yang ada di sisi kanan pintu masuk rumah sakit tersebut.
Antrean online yang saya lakukan di aplikasi Mobile JKN satu hari sebelumnya terasa seperti sia-sia. Ketertiban seperti apa yang bisa kita bayangkan dengan satu mesin pemindai dan satu petugas yang diserbu oleh puluhan pasien? Memang tak ada yang menyerobot. Tapi yang ada dalam pikiran saya berupa pertanyaan yang cukup mengganggu: bagaimana para pasien yang kondisinya cukup parah harus antre dalam kerumunan seperti itu.
Walhasil, menurut catatan saya, sekitar pukul 08.50 WIB saya selesai check in. Lebih dari 30 menit sejak saya menyerahkan kartu pengenal berupa kartu BPJS saya ke petugas di mesin pemindai itu. Selesai check in dengan sidik jari, saya check in di aplikasi Mobile JKN, lalu menuju poli tujuan. Di poli tujuan, saya menunggu antrean.
Sekarang, coba tebak pukul berapa saya dilayani di poli. Menurut catatan saya, saya keluar dari poli setelah mendapat layanan dari dokter pada sekitar pukul 10.40 WIB. Dokter memeriksa dan memberi layanan sekitar kurang dari lima menit. Sayangnya, saya tidak mencatat pukul berapa dokter tiba di poli.
Setelah selesai di poli, saya ke layanan farmasi. Tiba di sana sekitar pkl 10.43 WIB. Lebih dari satu jam saya menunggu hingga kemudian obat saya terima. Demikianlah, menurut catatan Maps, saya tercatat di rumah sakit itu hingga pukul 11.50 WIB.
Atas dasar pengalaman seperti itu, saya jadi terpikir alangkah bagusnya jika ada yang memikirkan solusi sistem antrean yang lebih baik, yang bisa mengurangi atau bahkan mungkin mengakhiri ujian kesabaran para pasien dan para pengantar yang mungkin sudah berlangsung sekian lama tersebut. Harus ada terobosan sistemik yang bisa ditawarkan kepada pengurus publik dan pengambil kebijakan.
Secara normatif, dalam wacana etika biomedis, posisi pasien mestinya harus dilihat dengan penuh kepekaan dan empati. Saya ingat pemaparan dosen saya dulu di Utrecht saat mendiskusikan empat prinsip etika biomedis menurut Beauchamp dan Childress, rujukan klasik yang menjadi dasar penalaran moral dalam layanan kesehatan. Dalam kasus ini, prinsip nonmaleficence (tidak merugikan) dan beneficence (kebaikan) relevan untuk didiskusikan.
Tujuan
Tujuan umum dari pembicaraan ini adalah untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Adapun tujuan khususnya adalah untuk menciptakan sistem antrean yang lebih baik dan manusiawi bagi para pasien di rumah sakit.
Nama Program
Sayembara usulan sistem antrean pasien rawat jalan di rumah sakit.
Mekanisme
Jika Anda tertarik untuk terlibat dalam kegiatan ini, silakan menulis di kolom komentar berupa usulan sistem antrean pasien rawat jalan di rumah sakit. Usulan dimulai dengan gambaran dan analisis permasalahan yang diangkat dari data-data di lapangan. Setelah itu, pemaparan tawaran sistem antrean yang berbasis kondisi lapangan. Usulan sistem tentu saja dapat memanfaatkan berbagai potensi kekinian seperti sistem/aplikasi online yang sudah dimiliki oleh rumah sakit, dan sebagainya. Selain usulan sistem, akan lebih baik jika usulan diikuti dengan gambaran tentang tahap eksekusi untuk bergerak dari fase usulan, kebijakan, dan penerapan.
Penghargaan
Jika pada akhirnya tercipta sistem antrean pasien di rumah sakit yang efisien dan lebih baik yang kemudian diberlakukan dengan serius, dampaknya mungkin juga bisa berpengaruh tak hanya pada kesejahteraan pasien, tapi juga pada produktivitas warga yang waktunya terpangkas untuk hal lain yang lebih produktif.
Usulan yang baik dan dapat diterapkan pasti akan mendapatkan apresiasi dari semua pihak. Jika Anda berharap penghargaan dari saya, bolehlah nanti saya berikan voucher belanja di Buku Terpilih, agar Anda juga mendapatkan nutrisi bergizi yang mungkin dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan mental dan pikiran Anda.
Penutup
Demikian pemaparan tentang sayembara usulan sistem antrean pasien rawat jalan di rumah sakit ini dibuat untuk tidak saja meningkatkatkan mutu kehidupan masyarakat melalui layanan kesehatan yang lebih baik, tapi juga untuk meningkatkan partisipasi publik agar terdorong untuk terlibat dalam ruang-ruang diskusi demi kepentingan bersama.
Tentu saja masalah kesehatan yang lain juga banyak yang masih bisa dibicarakan. Misalnya, bagaimana meningkatkan mutu kesehatan masyarakat dengan konsep kesehatan swadaya agar masalah kesehatan juga diantisipasi di sektor hulu.
Namun, tak apalah kita mulai dari hal yang cukup teknis ini. Mungkin bisa menjadi pemicu untuk perbincangan publik lainnya yang lebih produktif dan partisipatif.
sesobek catatan di antara perjalanan meraih yang kekal dan memaknai kesementaraan; semacam solilokui untuk saling mengingatkan, saling menguatkan, berbagi keresahan dan kegetiran, keindahan dan kebahagiaan, agar hidup menjadi cukup berharga untuk tidak begitu saja dilewatkan
Sabtu, 17 Mei 2025
Mengakhiri Ujian Kesabaran Para Pengantre di Sebuah Rumah Sakit Daerah: Sebuah Sayembara Terbuka
Selasa, 13 Mei 2025
Wolbachia dan Para Pencintanya
![]() |
Achmad Gazali, Ph.D., sedang memaparkan riset-riset di bidang biologi di hadapan mahasiswa dan dosen Universitas Annuqayah pada 12 Mei 2025 |
Terkadang para ilmuwan yang bertemu dalam sebuah perjamuan intelektual diikat oleh sesuatu yang terkesan sepele. Tentu saja kesan sepele akan muncul bagi orang yang masih awam atau masih tidak tahu lebih dalam. Yang sering terjadi, hal yang remeh itu akan menjadi luar biasa setelah didalami dan hadir di meja kehormatan perjamuan para ilmuwan.
Itulah salah satu poin yang saya tangkap saat menyimak paparan seorang peneliti dari National Agriculture and Food Research Organization (NARO) Jepang, Achmad Gazali, Ph.D., kemarin. Gazali, yang juga menjadi Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama Jepang, memaparkan riset-riset yang digelutinya di Jepang mulai menempuh jenjang doktoral di Gifu University hingga bekerja di NARO sebagai peneliti post-doctoral.
Di antara riset yang didalami Gazali di Jepang adalah tentang wolbachia. Wolbachia adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropada. Wolbachia menjadi cukup terkenal setelah diteliti dan dicoba untuk pencegahan penyakit.
Di Indonesia, wolbachia pernah digunakan sebagai upaya pencegahan penyakit akibat serangan nyamuk demam berdarah. Caranya, telur nyamuk Aedes Aegypti yang sudah disusupi wolbachia disebar di habitat alaminya. Wolbachia yang sudah menyusup ke dalam nyamuk ini kemudian memanipulasi perkembangbiakan nyamuk tersebut dan menghambat replikasi berbagai patogen dalam nyamuk tersebut, termasuk virus dengue. Ini pertama kali dilakukan di Kota Yogyakarta mulai tahun 2016. Pada saat itu, kasus demam berdarah mencapai 1.700 kasus. Setelah uji coba pelepasan nyamuk wolbachia, pada tahun 2023 hanya ada 67 kasus demam berdarah.
Bertempat di Universitas Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, kemarin Gazali memaparkan beberapa risetnya baik yang berkaitan dengan wolbachia maupun lainnya. Sebagaimana dapat dibaca pada laman Google Scholar, di antara riset Gazali tentang wolbachia berjudul "Autophagic chemicals effect to Atg8 and rice stripe virus relative expressions, and Wolbachia relative density in Laodelphax striatellus (Hemiptera: Delphacidae)" yang dimuat di Turkish Journal of Zoology pada 2022.
Gazali bercerita bahwa wolbachia telah menarik minat para ilmuwan dunia sehingga sejak tahun 2000, setiap dua tahun diadakan acara Wolbachia Conference. Bulan April lalu, Wolbachia Conference diadakan di Okinawa, Jepang, selama satu minggu.
Saya membayangkan, pada konferensi tersebut para ilmuwan yang adalah para pencinta wolbachia berkumpul dan berbagi informasi mutakhir tentang makhluk kecil yang tak terlihat mata itu. Adanya kegiatan rutin dua tahunan untuk membahas bakteri tersebut menunjukkan minat yang besar dan kesadaran para ilmuwan tentang nilai pentingnya wolbachia baik bagi pengembangan ilmu maupun untuk hal-hal praktis demi kemaslahatan umum.
Adanya kegiatan rutin untuk membincang wolbachia ini juga menunjukkan pentingnya komunitas ilmuwan dalam pengembangan ilmu. Sebuah bidang ilmu menjadi berkembang di antaranya jika ditopang oleh komunitas ilmuwan yang solid dan konsisten mendalami bidang-bidang yang menjadi minat dan perhatian bersama. Infrastrukturnya dapat berupa jurnal ilmiah dan juga pertemuan ilmiah seperti konferensi yang benar-benar dikelola dengan baik dan serius.
Ilmuwan biologi misalnya ada yang meminat wolbachia. Mereka sepakat untuk membuat acara rutin obrolan ilmiah secara berkala. Tulisan ilmiah yang diangkat dari penelitian mereka juga dapat menemukan ruangnya baik itu di ajang konferensi maupun di jurnal ilmiah. Reputasi konferensi dan jurnal juga terbangun dengan konsistensi dan keseriusan para anggota komunitasnya.
Saya jadi terpikir: bagaimana dengan bidang yang lain, termasuk bidang-bidang yang masuk dalam rumpun ilmu humaniora, termasuk juga bidang studi keagamaan? Seberapa banyak tersedia pertemuan ilmiah dan jurnal-jurnal yang serius yang dapat mempertemukan minat dan perhatian para ilmuwan di bidang humaniora dan keagamaan tersebut? Sekadar mengangkat contoh dan refleksi: seberapa besar tema “pesantren” atau “Madura” mempunyai daya tarik minat studi bagi para ilmuan terkait sehingga secara kumulatif terlihat dalam ketersediaan forum dan infrastruktur ilmiah lainnya?
Saya teringat salah satu petikan dalam disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zainul Hamdi (2015) di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Pergeseran Islam Madura: Perjumpaan Islam Tradisional dan Islamisme di Bangkalan, Madura, Pasca-Reformasi”. Pada halaman pertama, Mas Inung, panggilan akrabnya, menulis bahwa “Islam Madura tampaknya bukan topik yang menarik bagi kalangan akademisi” (hlm. 1). Menurut Mas Inung, yang pernah menjadi Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Islam mulai Januari 2023 hingga Desember 2024, ada dua hal yang menyebabkan Madura tidak banyak mendapat perhatian. Pertama, karena Madura sering kali dianggap hanya sebagai pelengkap dari pembicaraan tentang Jawa. Kedua, karena terbatasnya sumber daya alam dan ketiadaan prospek ekonomi Pulau Madura (hlm. 3-4).
Dengan situasi tersebut, mungkin dapat dikatakan bahwa tema Madura dianggap tidak terlalu penting. Apakah tema Madura bisa disebut kalah dengan tema wolbachia? Hehehehe..
Demikian juga tema pesantren. Saya tidak tahu, forum ilmiah dan jurnal ilmiah yang mana yang secara konsisten dan cukup bereputasi diselenggarakan untuk membicarakan tema pesantren, sebuah lembaga keagamaan yang telah banyak berperan dalam kehidupan keagamaan di Indonesia.
Sebagai refleksi bersama, sebagai orang yang meminati dan berkhidmat pada ilmu dan pengetahuan, kita tidak cukup hanya bergerak sendiri-sendiri. Kita perlu membangun infrastruktur dan komunitas ilmiah pada bidang yang kita minati, agar bidang tersebut dapat berkembang dan memberi manfaat untuk umat.
Wallahu a'lam.