Jumat, 31 Januari 2020

Menanam Gus Dur di Hati Kita


"Menanam Gus Dur di hati kita." Itu adalah frasa yang disebutkan Mas Inung (Zainul Hamdi) di acara Gusdurian Pamekasan 28 Januari lalu. Menurut beliau, membahas gagasan dan pemikiran Gus Dur itu jauh lebih mudah daripada menanam Gus Dur di hati kita. Kalau berhasil, itu bisa menjadi jalan keluar untuk penyelesaian masalah-masalah bangsa.

Dr Abdul Wahid Hasan membahas Gus Dur dari sisi spiritualitasnya—tema yang menjadi penelitian disertasinya. Spiritualitas adalah akar kekuatan kepribadian Gus Dur yang kemudian mewujud dalam sosok humanis dan perjuangan-perjuangannya.

Saya yang sejak awal hadir ke forum ini dengan niat untuk ngalap berkah dari Gusdurian senior seperti Mas Inung dan Pak Wahid, serta Gusdurian lain yang berasal dari berbagai unsur, berbicara sekadarnya tentang bagaimana Gus Dur merawat kebhinnekaan terutama dalam jalur politik selama menjadi presiden RI. Saya menyampaikan ulang beberapa gagasan pokok Mas Ahmad Suaedy dalam disertasinya yang telah diterbitkan oleh Gramedia. Menurut Mas Suaedy, Gus Dur mempraktikkan model kewarganegaraan bhineka yang bisa dikatakan dipadukan dari konsep kewarganegaraan multikultural yang berpendekatan sosiologis dan kewarganegaraan yang berperspektif budaya. Dalam perspektif ini, semua kelompok warga dipandang setara. Tidak seperti pada waktu sebelumnya. Pemerintah mendefinisikan beberapa kelompok masyarakat sebagai musuh yg kemudian direpresi, seperti kelompok separatis, komunis, atau fundamentalis.

Untuk menerjemahkan kesetaraan, keadilan haruslah diperjuangkan . Karena kesetiaan pada negara mestinya akan terbit jika keadilan sudah diwujudkan.

Dalam kesempatan ini, saya mengajak Gusdurian Pamekasan untuk bisa menerjemahkan gagasan Gus Dur dalam memperjuangkan kebhinnekaan ini dalam konteks lokal, yakni Pamekasan pada khususnya. Salah satu yang sedang dikerjakan Gusdurian Pamekasan saat ini adalah upaya untuk mengkaji ulang konsep Gerbang Salam di Pamekasan yang ditengarai kadang digunakan sebagai alat politik yang tidak mencerminkan makna kesetaraan sebagaimana di atas. Katanya ide proyek kajian ini diinisiasi oleh Kiai Habibullah Bahwi dari Sumberanyar. Saya pikir, kalau perspektif kewarganegaraan bhineka digunakan sebagai perspektif untuk membedah, mungkin menarik.

Acara keren ini dihadiri oleh banyak elemen pegiat kantong kantong budaya di Pamekasan, menunjukkan bahwa sosok Gus Dur bisa menjadi magnet bagi unsur masyarakat yang beragam.

Sukses terus Gusdurian Pamekasan.

Sumber foto : Taufiq, ketua Gusdurian Pamekasan.


0 komentar: