Judul buku: Chicken Soup for the Soul: Makin Sedikit Makin Bahagia (101 Kisah tentang Mengubah Hidup dengan Melepaskan Apa yang Dimiliki)
Editor: Amy Newmark dan Brooke Burke-Charvet
Penerbit: Gramedia, Jakarta
Cetakan: Pertama, 2018
Tebal: xvi + 438 halaman
ISBN: 978-602-03-6124-6
Konsumsi adalah fenomena kehidupan modern. Peningkatan konsumsi yang masif dengan berbagai perkakas pendukungnya oleh sebagian kalangan dipandang sebagai gejala patologi. Erich Fromm misalnya melihat konsumsi yang kompulsif sebagai bentuk pelarian manusia modern dari kehampaan untuk mencari kebahagiaan. Namun menurut Fromm upaya itu hanyalah kesia-siaan.
Buku ini memuat kisah orang-orang biasa yang berusaha meraih kebahagiaan dengan mempraktikkan gaya hidup sederhana, bukan dengan merayakan konsumsi berlebihan. Para penutur di buku ini berlatar belakang profesi yang beragam. Mereka mungkin memang bukan ideolog anti-kapitalisme dan anti-konsumerisme. Akan tetapi kisah-kisah mereka dalam buku ini sungguh mengilhamkan dalam memberi teladan tentang hidup yang disyukuri dan kemurahan berbagi.
Kisah Jeanie Jacobson dari Omaha, Nebraska, memberi perspektif baru tentang kebiasaan menumpuk barang berlebihan yang tak dimanfaatkan secara maksimal. Setiap kali membantu teman-temannya membereskan rumah dengan menyortir barang-barang yang jarang digunakan untuk disumbangkan, ia mengajukan pertanyaan khas: “Apakah kau menahan berkat orang lain?” (hlm. 284-286)
Pertanyaan Jacobson ini, yang kemudian juga diarahkan kepada dirinya sendiri, membuka mata kesadaran kita bahwa menumpuk barang senyatanya adalah sebentuk keserakahan. Keserakahan itu menghalangi orang lain untuk memperoleh apa yang sebenarnya ia butuhkan. Sesederhana itu.
Denise Barnes tahu pasti betapa tidak mudah melawan rayuan iklan untuk mencari kepuasan dengan berbelanja. Awal tahun 2014 adiknya memberitahunya bahwa sedang membuat tantangan untuk tidak membeli baju, tas, sepatu, dan perhiasan baru selama setahun. Barner pun bergabung dengan tantangan itu. Mulanya memang tidak mudah, apalagi di tengah gempuran promo obral di kanan-kiri. Tapi begitu sukses melewati tantangan ini, Barnes merasakan bahwa ia telah menjalani hidup yang lebih bermakna (hlm. 59-63).
Godaan konsumsi yang kompulsif semakin kuat karena dukungan sistem ekonomi dan keuangan yang ada. Kisah Marsha Porter, seorang pengulas film, dalam bangkit kembali dengan hidup tanpa kartu kredit sungguh menarik disimak. Kemudahan bertransaksi yang diiming-imingkan oleh penyedia kartu kredit membuat Porter terjerat. Tiga belas kartu kreditnya menuntutnya melakukan pembayaran minimum setiap bulan yang berjumlah 1270 dolar. Setelah dengan upaya keras berhasil bebas dari jerat kartu kredit, kini ia tak lagi menggunakannya. Dan Porter kemudian merasakan momen-momen yang istimewa dan membahagiakan (hlm. 349-353).
Hidup yang tak mengenal batas konsumsi juga kadang didorong oleh tradisi. Kebiasaan merayakan ulang tahun, misalnya. Rebecca Smith Masterson dari Phoenix, Arizona, bertutur tentang ulang tahun putranya yang istimewa tanpa undangan, keriuhan, tumpukan hadiah, dan hura-hura. Putranya yang berumur sembilan tahun cukup tidur di tempat tidur Masterson di malam menjelang ulang tahunnya, ditambah dengan beberapa permintaan sederhana (hlm. 403-404).
Amy Newmark, editor serial Chicken Soup for the Soul, juga membagikan kisahnya di bagian akhir. Saat selesai mengkaji 300 finalis untuk buku ini, ia seperti duduk di depan cermin tentang gaya hidup yang dijalaninya sendiri. Di awal tahun itu, tahun 2016, ia lalu berkomitmen untuk membuat proyek 52 minggu berberes-beres barang yang menumpuk di rumahnya (hlm. 405-408).
Buku ini adalah kisah-kisah orang hebat yang betul-betul mengerti dan menghayati kenikmatan dan kebahagiaan hidup sederhana. Kisah mereka adalah cerita tentang penaklukan nafsu konsumtif dengan bekal keberanian di atas kesadaran bahwa makin sedikit mereka akan makin bahagia. Mereka adalah teladan nilai kesederhanaan. Meski tidak mesti di atas landasan religius, kesadaran mereka ini juga dibangun dengan fondasi rasa syukur atas berbagai nikmat dalam kehidupan yang mereka dapatkan.
Naskah ini adalah versi awal yang kemudian dimuat di Koran Jakarta, 6 Juni 2018.
sesobek catatan di antara perjalanan meraih yang kekal dan memaknai kesementaraan; semacam solilokui untuk saling mengingatkan, saling menguatkan, berbagi keresahan dan kegetiran, keindahan dan kebahagiaan, agar hidup menjadi cukup berharga untuk tidak begitu saja dilewatkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for your visit and your comment.