Selasa, 24 November 2015

Membaca Efektif


Seringkali ada orang bertanya kepada saya: bagaimana caranya membaca yang baik sehingga kita mudah mengikat pengetahuan atau informasi yang kita cerna itu? Dengan kata lain, bagaimana caranya agar kita tidak mudah lupa atas apa yang telah kita baca?

Mungkin memang sulit untuk mendapatkan hasil yang sempurna: bahwa semua yang kita baca dapat kita ingat sepenuhnya. Tapi mungkin ada semacam kiat agar kegiatan membaca dapat lebih menghasilkan informasi yang—paling tidak relatif lama—tertancap dalam ingatan kita.

Untuk pertanyaan seperti ini, saya mencoba memberi jawaban berdasarkan sedikit pengalaman saya. Menurut saya, membaca buku yang relatif memungkinkan kita untuk lebih kuat menghimpunnya dalam ingatan yang baik adalah dengan cara membaca-terfokus dengan titik tujuan yang jelas. Maksudnya, kita membaca buku dalam kerangka sebuah penelusuran atau upaya untuk menjawab pertanyaan tertentu—sesederhana apa pun.

Dengan menempatkan kegiatan membaca dalam kerangka maksud yang lebih luas, kita akan lebih mudah mengikat jalinan informasi yang kita peroleh dari berbagai sumber bacaan. Dari jalinan yang mungkin dapat dirajut itulah, saya pikir ingatan kita akan lebih mudah menyimpannya, karena di antara berbagai informasi yang diperoleh dari berbagai sumber itu ada titik-titik tertentu yang bisa saling dikaitkan.

Jawaban ini saya temukan berdasar dari pengalaman saya saat menyusun sebuah tulisan yang kadang relatif panjang. Atau saat saya berupaya mengumpulkan butir-butir informasi untuk menemukan sebuah gambaran yang relatif lebih besar dan utuh tentang suatu hal—misalnya saat hendak membahas tema tertentu di kelas atau di sebuah kesempatan diskusi.

Dalam situasi seperti itu, kegiatan membaca yang saya lakukan cukup jelas tujuannya. Ada satu target terfokus dari kegiatan membaca. Ada butir informasi yang cukup spesifik yang ingin saya kumpulkan dan rekatkan. Ada (beberapa) pertanyaan yang menggantung di benak saya sepanjang kegiatan membaca yang saya lakukan.

Pertanyaan atau target yang saya buat itu menurut saya berfungsi seperti akar pohon yang memudahkan air hujan untuk terserap ke bumi. Ia memberi jalan bagi informasi untuk terkumpul di titik yang lebih dalam.

Ini cukup berbeda dengan kala saya membaca sebuah buku tanpa satu konteks yang mengorientasikan dan mengaitkan kegiatan membaca saya dengan sesuatu yang lebih besar dan luas. Meski mungkin kegiatan membaca di sini tetap bermakna dan bermanfaat, tapi butir-butir informasinya kadang masih agak kesulitan untuk terikat dengan gugus pengetahuan lainnya. Bisa jadi karena gugus informasinya itu terlalu jauh secara masa maupun konteksnya.

Akhirnya, membaca-terfokus dengan titik tujuan yang jelas akan lebih berdampak bagi kuatnya ikatan informasi yang dihimpun apabila ditindaklanjuti dengan menulis. Ya, menulis. Pada dasarnya, kegiatan membaca dalam bentuknya yang paling sederhana pun akan lebih mudah terikat dan padu dalam pikiran jika kita menuliskannya. Apalagi kegiatan membaca itu kita lakukan dengan alur, fokus, dan target yang jelas.

Pada titik ini saya semakin yakin bahwa kegiatan membaca dan menulis memang harus dilakukan secara padu. Keduanya merupakan kegiatan yang saling menguatkan. Membaca tapi tidak menulis mungkin akan membuat pengalaman membaca atau hasil bacaan kita kurang tersusun secara rapi dalam pikiran. Sedangkan menulis tanpa bekal bacaan yang baik mungkin akan kurang mendalam.

Apa yang saya paparkan secara singkat di sini hanya berdasar pada pengalaman pribadi saya. Lebih dari itu, mungkin sekali ada cara-cara lain yang bisa dilakukan agar kegiatan membaca kita dapat lebih bermakna dan lebih padu dengan kegiatan lain dalam aktivitas kita sehari-hari.

Wallahu a‘lam.


Tulisan terkait:
>> Merawat Gairah Membaca


1 komentar:

Syahirul Alim mengatakan...

"kegiatan membaca dan menulis memang harus dilakukan secara padu. Keduanya merupakan kegiatan yang saling menguatkan". Paragraf 10.
Berdasarkan pengalaman atau bahkan pendiritaan saya, apa yang saya baca tidak lama bertahan dalam ingatan saya, apakah faktor bertambahnya usia dan dosa juga berpengaruh negatif terhadap ingatan? Sehingga derita ini juga akan berimbas pada kesulitan menumpahkan ide untuk ditulis.
Mohon masukannya.

Terima kasih