Dalam salah satu tulisannya, Alif Danya Munsyi pernah menuturkan tentang gejala ‘nginggris’ yang menjajah Jakarta. Di berbagai tempat umum di kota itu, bertaburan kata-kata berbahasa Inggris seperti no smoking, three in one, flying over, busway, ring road, dan sebagainya.
Malah dia juga menemukan ada kasus ‘nginggris’ yang salah kaprah. Di beberapa gedung megah di Jakarta, tulisan tanda masuk dan keluar ada yang menggunakan kata in di gerbang masuk dan out di gerbang keluar. “Dengan begitu manusia seakan-akan menjadi bola tenis atau kok bulutangkis yang diteriaki wasit antara masuk dan keluar garis,” tulisnya.
Kasus salah kaprah ‘nginggris’ yang serupa baru-baru ini saya temukan di desa saya tepat sehari sebelum peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober lalu. Saya menemukannya saat saya hendak meninggalkan acara wisuda sarjana Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep, pada 27 Oktober 2013 lalu. Di tempat parkir, saya melihat tulisan yang langsung membuat saya—untuk kesekian kali—tertawa melihat kecerobohan berbahasa pengurus publik yang juga lazim disebut “korps baju cokelat” itu.
Saya melihat mobil operasional polisi sektor Guluk-Guluk bernomor polisi 3702-67 mencantumkan tulisan berbahasa Inggris tetapi keliru. Di belakang ruang kemudi, ada tulisan besar “SABHARA”, dan di bawahnya tertulis “Contack Center (021) 110”. Tulisan berbahasa Inggris yang keliru ini, “Contack”, juga saya temukan di sisi kanan bagian belakang Mitsubishi Strada itu.
Saya agak terburu-buru saat menemukan kejanggalan itu dan tidak sempat memfoto secara lebih detail mobil yang sedang parkir itu. Dalam perjalanan pulang dari tempat acara saya jadi teringat kasus kecerobohan berbahasa aparat kepolisian yang sebelumnya juga sempat saya temukan dan saya tulis di blog saya.
Korps yang terkesan amat suka membuat akronim ini pernah membuat masalah serius di Kabupaten Sumenep gara-gara mereka tidak bisa memahami kalimat yang tercantum dalam brosur penerimaan brigadir brimob dan dalmas 2012 Kepolisian Resor Sumenep, Jawa Timur, yang dibuat oleh institusi mereka sendiri. Akibat ketidakpahaman ini, mereka bersikeras menolak seorang lulusan Madrasah Aliyah yang dikelola oleh sebuah pesantren di Sumenep. Aparat masih terus ngotot meski sudah diberi penjelasan baik dari sudut kebahasaan maupun dari aspek yang lain. Ujungnya, Polres Sumenep baru menyatakan permohonan maaf sepekan setelah ada tekanan berupa aksi massa pada 17 Juli 2012 dan pengaduan hingga tingkat Jawa Timur.
Selain teringat pada kasus tahun lalu itu, saya juga sempat bertanya-tanya: apakah ini hanya satu kasus kesalahan, atau dalam bahasa aparat biasa disebut “oknum”, atau memang terjadi secara masif? Secara kebetulan, hari Sabtu (9/11) lalu saat saya sedang ke kota Sumenep, pertanyaan saya ini terjawab. Saat melintas di depan Masjid Jamik Sumenep, saya melihat mobil operasional polisi sektor kota Sumenep, dan sekilas saya melihat tulisan berbahasa Inggris dengan kesalahan yang persis sama di bagian belakang sisi kanan mobil yang sedang parkir tersebut. Sayang sekali saya tak sempat memfoto mobil tersebut.
Pikiran saya terus berlanjut: jangan-jangan ini terjadi di semua mobil operasional polisi di Sumenep. Atau bahkan di Jawa Timur! Teringat kembali pada kasus tahun lalu, saya jadi khawatir bahwa kecerobohan berbahasa semacam ini juga menunjukkan kekacauan berpikir pengurus publik di negeri kita.
Beberapa ahli bahasa melihat gejala ‘nginggris’ ini sebagai bentuk sikap minder. Di sisi lain, ini bisa juga menunjukkan kehidupan kita yang semakin mendunia. Di atas itu semua, jangan sampai keinginan untuk ‘nginggris’ dan tampil sebagai warga dunia terjerembab ke dalam sikap yang justru bisa bikin orang meringis, seperti pengalaman saya di atas.
Baca juga:
>> Nalar Bahasa Pengurus Publik
sesobek catatan di antara perjalanan meraih yang kekal dan memaknai kesementaraan; semacam solilokui untuk saling mengingatkan, saling menguatkan, berbagi keresahan dan kegetiran, keindahan dan kebahagiaan, agar hidup menjadi cukup berharga untuk tidak begitu saja dilewatkan
duh... kok memalukan ya, kenapa ga pake "CP" atau Nomor Layanan gitu. Haduh... Lakaran marengisy.
BalasHapusSaya juga tidak tahu mengapa sampai terjadi kesalahan yang cukup memalukan ini...
BalasHapusTerima kasih telah mampir dan berkomentar.
itu berarti kerusakn akn segera kl penegak hukum sj udh serampangan ap lg yg lainya.. capeklah
BalasHapusPak Amir Suherman, betul. Saya prihatin melihat hal semacam ini. Terima kasih.
BalasHapus