Minggu, 08 November 2015

Memburu Harta yang Berkah


Judul buku: Belajarlah kepada Lebah dan Lalat: Langkah Cerdas Mendapatkan Kekayaan dan Keberkahan Hidup
Penulis: K.H. Agoes Ali Masyhuri
Penerbit: Zaman, Jakarta
Cetakan: Pertama, Juni 2015
Tebal: 238 halaman


Hidup yang berharga adalah hidup yang mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri maupun sesama. Itulah hidup yang berkah. Hidup yang berkah dijelaskan dengan ilustrasi bahwa segala yang diperoleh dalam hidup, baik itu harta, ilmu, keluarga, usia, dan sebagainya, memberi nilai tambah bagi berbagai bentuk kebaikan.

Buku yang ditulis oleh Gus Ali, panggilan akrab KH Agoes Ali Masyhuri (pengasuh International Islamic Boarding School Bumi Shalawat Progresif Sidoarjo) ini memuat esai-esai reflektif tentang menapaki jalan hidup yang berkah. Secara khusus Gus Ali memfokuskan uraiannya pada soal kekayaan yang dapat mengantar pada hidup yang berkah.

Dalam membahas masalah ini Gus Ali menggunakan sudut pandang keagamaan yang bersifat esoteris (tasawuf). Di bagian awal, Gus Ali menyentakkan pembaca dengan beberapa hal mendasar, yakni bahwa Allah itu sungguh-sungguh Maha Pemberi Rezeki. Gus Ali memberi ilustrasi kehidupan dunia binatang yang saling memberi dukungan dalam keberlangsungan kehidupannya.

Selain itu, Gus Ali juga memaparkan bentuk-bentuk rezeki baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Ini mengantarkan pada kesimpulan bahwa manusia itu sesungguhnya diciptakan untuk kaya. Jika binatang saja dapat mencukupi kebutuhannya dengan baik, apalagi manusia yang memiliki banyak potensi diri yang dapat memudahkan usahanya untuk mendapatkan rezeki atau kekayaan.

Gus Ali juga menambahkan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia sebelum Dia menciptakan manusia. Jalan menuju rezeki dan kekayaan telah disediakan (halaman 21). Meski manusia diciptakan untuk kaya, ada satu penghambat utama yang juga dimiliki manusia, yakni bahwa manusia itu suka menganggur dan malas.

Albert Camus menyatakan bahwa pengangguran adalah santapan bagi setan. Senada dengan itu, Imam Syafii juga mengingatkan bahwa jika kita tidak menyibukkan diri dengan kebaikan, kita akan disibukkan dengan kebatilan (halaman 45-46). Dengan mengambil teladan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW Gus Ali menegaskan bahwa kerja itu adalah ibadah.

Lebih dari sekadar sesuatu yang bersifat personal, Gus Ali menegaskan bahwa bekerja itu adalah bentuk kontribusi nyata seseorang bagi pembangunan peradaban. Pada titik ini, Gus Ali seperti hendak menegaskan bahwa hidup yang berkah itu juga adalah hidup yang memberi sumbangan kebaikan bagi sesama.

Ilustrasi sederhana tentang kekayaan yang memberi keberkahan hidup itu digambarkan dengan ibarat lebah dan lalat. Lebah tidak sembarang dalam mencari makan, juga dalam membangun rumahnya. Selain itu, lebah tidak suka mengganggu makhluk hidup lain, malahan madu yang dihasilkan lebah memberi manfaat kepada banyak makhluk lain. Ini berbeda dengan lalat yang sembarangan dalam mencari makan.

Ia hinggap pada makanan di dapur, tapi juga tak masalah untuk hinggap di tempat sampah atau bahkan pada bangkai dan kotoran manusia. Karena itu, bagi manusia lalat identik dengan penyebaran penyakit. Dalam menjelaskan tentang cara memperoleh kekayaan yang berkah, Gus Ali menggunakan kerangka keagamaan, yakni bahwa semuanya harus berlandaskan nilai dan ajaran agama.

Artinya, bekerja itu mulai dari cara memilih sumbernya, proses mendapatkannya, hingga penggunaannya harus diliputi oleh nilai agama sebagai panduan moral hidup. Karena itu, dalam mem-buru kekayaan yang berkah, dalam bekerja kita harus memulai dengan selalu ingat (zikir) kepada Allah dan diliputi oleh semangat takwa.

Setelah berusaha dengan bekerja, kita juga harus rida dengan apa yang dianugerahkan Allah kepada kita. Ini adalah sikap dasar. Dalam bentuk laku konkret, agama mendorong agar kita bangun pagi-pagi benar untuk bekerja (etos), juga untuk berbagi rezeki yang diperoleh pada orang lain (halaman 84, 92).

Jika kerangka kebajikan agama memberi keberkahan hidup maka demikian pula sebaliknya. Hal-hal yang membuat kekayaan tidak berkah adalah hal-hal yang berseberangan dengan agama. Misalnya berbuat curang dalam berbisnis atau aniaya kepada orang lain, atau enggan bersedekah karena takut harta akan habis (halaman 109).

Buku ini bernilai penting karena kerangka keimanan dalam melihat kekayaan dan kerja akan menjadi panduan moral yang dapat menjadi penjamin mutu bagi keberkahan kekayaan itu sendiri. Jika kita belakangan melihat orang-orang kaya, tapi menjalani hidup yang hampa, sangat mungkin itu karena keberkahan tercabut dari hartanya.


Tulisan ini dimuat di Koran Sindo, 25 Oktober 2015.


0 komentar: