Senin, 14 Oktober 2013

Cerpen Terpilih Lintas-Dekade untuk Program Literasi SMA 3 Annuqayah



Keluasan bacaan sangat penting untuk membantu proses kreatif kepenulisan. Wawasan bacaan yang terbatas bisa jadi akan membuat penjelajahan kreasi kepenulisan seseorang juga terbatas.

Gagasan semacam inilah yang membuat saya sebagai Kepala SMA 3 Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, merasa penting untuk menghimpun cerpen (cerita pendek) terpilih dalam satu buku yang diharapkan dapat membantu siswa untuk memperkaya wawasan bacaan dan kepenulisan cerpen pada khususnya. Penting diketahui bahwa minat bacaan dan kepenulisan siswa di SMA 3 Annuqayah (yang semuanya perempuan) pada khususnya dan siswa/santri putri Pesantren Annuqayah pada umumnya relatif cukup banyak yang mengarah pada fiksi, baik novel maupun cerpen. Sedang dari pengamatan sepintas terlihat bahwa rujukan bacaan siswa untuk karya fiksi berupa novel dan cerpen masih terbatas. Akibatnya, siswa yang menulis cerpen cenderung memperlihatkan gaya yang relatif seragam.

Dengan landasan pemikiran seperti ini, saya merancang program penerbitan buku antologi cerpen terpilih yang bertujuan untuk memperkenalkan para penulis cerpen terkemuka di Indonesia dan karya-karya terbaik mereka. Program penerbitan antologi ini berada dalam kerangka program pengembangan literasi di SMA 3 Annuqayah yang dirancang khusus pada tahun pelajaran 2013/2014.

Sebuah buku yang menghimpun cerpen-cerpen terbaik lintas-generasi dan lintas-dekade menjadi penting karena sependek pengetahuan saya, buku seperti ini belum ada atau belum diterbitkan untuk umum. Buku Angkatan 66: Prosa dan Puisi yang dihimpun oleh HB Jassin, misalnya, sebagaimana judulnya, hanya terbatas pada generasi sastrawan yang disebut “Angkatan 66”. Kumpulan cerpen terbaik Kompas yang rutin terbit sejak 1992, misalnya, hanya terbatas pada cerpen-cerpen yang dimuat di Harian Kompas.

Memilih penulis cerpen dan karya mereka untuk dihimpun dalam satu buku memiliki keterbatasan dan juga kesulitan tertentu. Ada banyak penulis cerpen terkemuka di Indonesia yang mewakili generasi dan gaya atau teknik bercerita yang khas. Jika buku ini memuat banyak penulis dan karyanya, maka bukunya harus tebal. Dan buku antologi yang terlalu tebal saya pikir mungkin akan kurang nyaman. Pengamatan sepintas, siswa di lingkungan saya masih agak “ketakutan” bila berhadapan dengan buku yang tebal. Karena itu, saya berpikir bahwa buku antologi cerpen terpilih ini bisa dibuat berseri—tidak hanya satu antologi. Dan ini adalah antologi yang pertama.

Antologi cerpen yang pertama ini memuat 18 cerita pendek karya penulis cerpen terkemuka di Indonesia. Kedelapan belas cerpen ini mewakili generasi penulis yang merentang dari cerpenis kelahiran tahun 1924 sampai 1977. Para penulis cerpen yang terpilih dalam antologi ini diseleksi berdasarkan dua pertimbangan utama: wakil dari generasi berdasar dekade tahun kelahiran dan kekhasan gaya kepenulisan. Proses pemilihannya memang agak sulit dan lama. Untuk dua hal ini, saya meminta masukan dari beberapa orang yang punya wawasan cerpen yang luas dan pemahaman akan kebutuhan bacaan siswa di lingkungan sekolah kami pada khususnya. Di antara mereka adalah Kiai Muhammad Faizi, Ahmad Badrus Sholihin, dan Bernando J. Sujibto. Saya juga sempat berkomunikasi langsung dengan Joni Ariadinata dan Puthut EA berkaitan dengan proyek antologi ini dan cerpen karya mereka.

Memilih satu cerpen dari penulis terkemuka yang sudah dipilih juga tidak mudah. Saya berusaha mengambil cerpen yang kira-kira mewakili kekhasan gaya kepenulisannya tapi kira-kira tidak terlalu sulit dicerna siswa setingkat SMA/MA. Untuk hal ini, saya sempat mengganti beberapa cerpen karena saat diujicobakan kepada beberapa siswa atau saat dibaca dan dicermati ulang oleh saya sendiri, saya merasa kurang begitu pas dengan cerpen yang sudah dipilih sebelumnya. Cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo, misalnya, muncul setelah sebelumnya terpilih cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon” dan “Rumah yang Terbakar”. Cerpen “Lukisan Perkawinan” karya Hamsad Rangkuti, misalnya, dipilih setelah cerpen “Lagu di Atas Bus” dikomentari siswa bahwa katanya terkesan agak membosankan.

Memutuskan cerpen yang mana dari cerpenis seperti Putu Wijaya yang sangat produktif bahkan hingga sekarang untuk dimasukkan dalam antologi ini terasa cukup menyulitkan juga. Dalam situasi seperti ini, pertimbangan saya bisa jadi akan terkesan subjektif, meskipun saya sudah berusaha menyisir buku-buku kumpulan cerpen, buku-buku antologi cerpen Putu Wijaya yang saya punya semisal Blok dan Yel, dan juga laman blog yang khusus menampung cerpen-cerpen Putu Wijaya.

Selain melibatkan kenalan yang saya pandang ahli dalam proses memilih penulis dan karyanya, proses penyusunan antologi cerpen ini juga melibatkan siswa, termasuk juga dalam tahap pengetikan ulang naskah, koreksi pengetikan, pemilihan kata-kata yang kemudian dibuatkan kamus kecilnya di bagian belakang buku, dan pembuatan ilustrasi. Dari berbagai proses itu, saya juga meminta komentar dan penilaian siswa atas cerpen yang dibacanya itu.

Bagi siswa yang belajar di sebuah sekolah di pedalaman seperti SMA 3 Annuqayah yang berada di kampung Sabajarin, Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, antologi semacam ini pasti akan sangat berarti. Hanya dalam satu buku, siswa diperkenalkan dengan cerpenis-cerpenis terkemuka dengan satu karya pilihan mereka. Di tengah keterbatasan akses buku dan informasi, sejak bangku SMA siswa bisa memperluas dunia imajinasi mereka melalui karya-karya yang terhimpun dalam antologi ini.

Antologi ini rencananya akan dikemas dalam bentuk buku dan diperbanyak secara terbatas untuk digunakan dalam program pengembangan literasi SMA 3 Annuqayah. Di satu sisi, antologi ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran siswa yang hendak menulis cerpen, karena dalam kerangka program literasi di SMA 3 Annuqayah, sekolah rencananya akan menghimpun dan menerbitkan cerpen karya siswa secara rutin. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran di kelas untuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, antologi ini tentu saja dapat dipergunakan saat membahas tema cerpen di kelas, baik sebagai bahan latihan maupun pengayaan pembelajaran.

Sebagai pendukung pembelajaran, dalam antologi ini saya juga melampirkan kamus kecil di bagian akhir yang memuat kata-kata yang relatif baru bagi siswa. Ada 153 lema dalam kamus kecil ini. Lema dipilih sebagian besar oleh siswa selain oleh saya sendiri. Dengan adanya kamus kecil ini, kegiatan membaca akan menjadi lebih bergizi dan bernilai tambah karena siswa juga mungkin akan memperluas wawasan kosakata mereka.

Selain kamus, setelah 18 cerpen terpilih, saya juga memilih satu esai karya Budi Darma sebagai penutup yang kira-kira bisa menjadi bahan pengaya tentang proses kreatif kepenulisan cerpen.

Saat ini buku ini sudah berada dalam tahap penataan perwajahan akhir. Ada beberapa pernik perwajahan-dalam yang belum selesai, dan sampul untuk buku ini juga masih dalam tahap penyelesaian.

Satu hal yang masih mengganjal dalam pikiran saya adalah soal hak cipta. Pengetahuan saya yang lebih teperinci tentang hak cipta memang masih sangat kurang. Tapi muncul pertanyaan dalam benak saya: apakah penerbitan buku ini secara terbatas dalam konteks, situasi, dan tujuan seperti saya paparkan di atas bisa dibenarkan secara moral atau tidak mencederai hak para penulis yang karyanya termuat di sini?

Untuk sementara, saya berbaik sangka bahwa para penulis yang karyanya termuat dalam antologi ini akan tidak merasa bermasalah atau tidak merasa haknya tercederai. Dalam bahasa pesantren, ‘ulima ridlâhu (artinya: diketahui bahwa dia akan rela). Buku antologi yang saya siapkan ini sangat jauh dari tujuan-tujuan yang sifatnya komersial atau bersifat pribadi. Saya yakin, para penulis yang karyanya termuat dalam antologi ini akan merasa seperti saling bergandeng tangan— juga dengan kami di sini, guru dan siswa di sebuah sekolah di pedalaman Madura—untuk bersiasat mengatasi keterbatasan dan sekaligus bergerak untuk memajukan pendidikan dan kehidupan masyarakat melalui sastra dan literasi.

Saya yakin, Allah akan mencatat semua niat baik dan usaha kebaikan yang dilakukan semua orang, sekecil apa pun itu, sesederhana apa pun itu. Dan semoga niat baik saya melalui penerbitan buku antologi cerpen terpilih ini tidak termasuk dalam kategori niat baik yang dilakukan dengan jalan yang tidak/kurang baik.

Semoga mendapat perkenan Allah. Terima kasih.


Daftar Cerpen Terpilih dan Sumber Naskah

Robohnya Surau Kami, AA Navis
AA Navis, Robohnya Surau Kami, Jakarta: Gramedia, Cetakan XIII, September 2007.

Tegak Lurus dengan Langit, Iwan Simatupang
Iwan Simatupang, Tegak Lurus dengan Langit, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004.

Sumpah Dua Lelaki Bersaudara, Mohammad Diponegoro
Mohammad Diponegoro, Odah dan Cerita Lainnya, Yogyakarta: Hikayat Publishing, Maret 2006.

Secangkir Kopi dan Sepotong Donat, Umar Kayam
Umar Kayam, Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, Jakarta: Grafiti, April 2003.

Laki-Laki Tua Tanpa Nama, Budi Darma
Budi Darma, Orang-Orang Bloomington, Jakarta: Sinar Harapan, 1980.

Keberanian Manusia, Motinggo Busye
Motinggo Busye, Nyonya dan Nyonya, Jakarta: KPG, Oktober 2004.

Setangkai Melati di Sayap Jibril, Danarto
Danarto, Setangkai Melati di Sayap Jibril, Yogyakarta: Bentang Budaya, Februari 2001.

Lukisan Perkawinan, Hamsad Rangkuti
Hamsad Rangkuti, Lukisan Perkawinan, Yogyakarta: Mahatari, Oktober 2004.

Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan, Kuntowijoyo
Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997), Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Cetakan II, Maret 2002.

Kamus, Putu Wijaya
Putu Wijaya, Blok, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan II, September 1995.

Gus Jakfar, A, Mustofa Bisri
A. Mustofa Bisri, Lukisan Kaligrafi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Cetakan III, April 2008.

Senyum Karyamin, Ahmad Tohari
Ahmad Tohari, Senyum Karyamin, Jakarta: Gramedia, Cetakan IV, Oktober 2000.

Dongeng Sebelum Tidur, Seno Gumira Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma, Iblis Tak Pernah Mati, Yogyakarta: Galang Press, Mei 1999.

Malaikat tak Datang Malam Hari, Joni Ariadinata
Joni Ariadinata, Malaikat Tak Datang Malam Hari, Bandung: DAR Mizan, 2004.

Otobiografi Gloria, AS Laksana
AS Laksana, Murjangkung, Jakarta: GagasMedia, 2013.

Makam Keempat, Linda Christanty
Linda Christanty, Kuda Terbang Mario Pinto, Jakarta: Kata Kita, Februari 2004.

Ketika Mas Gagah Pergi, Helvi Tyana Rosa
Helvy Tiana Rosa, Ketika Mas Gagah Pergi, Jakarta: Pustaka Annida, 1997.

Ibu Pergi ke Laut, Puthut EA
Ripin: Cerpen Kompas Pilihan 2005-2006, Jakarta: Kompas, 2006.

Pengarang dan Obsesinya, Budi Darma
Budi Darma, Laki-Laki Lain dalam Secarik Surat, Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2008.


Baca juga:
>> Kerangka Acuan Program Pengembangan Literasi SMA 3 Annuqayah



Read More..