Minggu, 24 Februari 2002

Membangun Mutu Kehidupan Manusia

Judul Buku: The Quality of Growth (Kualitas Pertumbuhan)
Penulis : Vinod Thomas, dkk
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta bekerjasama dengan Bank Dunia
Cetakan : Pertama, 2001
Tebal : xlv + 329 halaman

Bagi negara-negara dunia ketiga pada umumnya, masalah pembangunan masih menjadi suatu agenda panjang yang harus dituntaskan dengan penuh kesabaran. Betapa tidak, di tengah suasana globalisasi yang diikuti dengan liberalisasi di bidang ekonomi, negara dunia ketiga harus memacu produktivitas negara dalam rangka menghadapi dunia global, bahkan di tengah-tengah gejolak sosial-politik yang kadang tidak menentu. Kasus Indonesia cukup menjadi contoh yang dapat dikemukakan. Setelah dalam pemerintahan Orde Baru indikator ekonomi menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cukup menakjubkan, tiba-tiba dalam empat tahun terakhir ini Indonesia malah terpuruk dalam situasi ekonomi dan sosial-politik yang tidak menentu.

Buku yang bertolak dari penelitian terhadap pengalaman berbagai negara di dunia yang sedang membangun dalam satu dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa selama ini beberapa negara di dunia tidak mengindahkan dimensi kualitatif dari pembangunan atau pertumbuhan, sehingga tingkat pertumbuhan yang dicapai sebenarnya bersifat semu dan rentan terhadap gonjangan ekonomi global. Juga dikatakan bahwa perlu juga diamati bagaimana cara pertumbuhan (ekonomi) suatu negara itu dicapai, karena itu akan amat berpengaruh terhadap hasil dan daya tahan (volatilitas) kondisi ekonomi suatu negara.

Pertumbuhan beberapa negara dunia pada umumnya yang telah dicapai memang cukup bagus. Tingkat harapan hidup di negara berkembang sudah meningkat, demikian juga tingkat pendidikan maupun akses terhadap informasi dan pengetahuan. Tapi di sisi lain di banyak negara juga terjadi ancaman pengangguran yang melimpah, jurang kemiskinan yang semakin melebar, atau kerusakan lingkungan yang nyaris tak tertangani secara serius.

Itu semua diperkirakan akan cukup menjadi hambatan yang berat terhadap proses pembangunan di masa depan. Generasi dunia mendatang akan mengalami kesulitan yang cukup luar biasa menyangkut ketersediaan sumber daya alam. Demikian juga kaum miskin, yang rentan terampas kesempatannya untuk hidup lebih baik akibat arus liberalisasi dan globalisasi ekonomi.

Buku ini menegaskan bahwa jalan keluar yang patut diajukan adalah dengan merancang suatu model pembangunan yang tidak hanya mengandalkan kuantitas pertumbuhan, tapi juga kualitas pertumbuhan. Kerangka kerja pembangunan harus bersifat komprehensif, tidak hanya dimensi kuantitatif, tapi juga dimensi kualitatif sehingga hasilnya bersifat lengkap dan melibatkan aspek-aspek struktural, manusia, sosial, dan lingkungan dari suatu proses pertumbuhan.

Secara lebih spesifik, pandangan atas sisi kuantitatif dan kualitatif proses pertumbuhan secara serentak ini mengarahkan sorotannya kepada tiga prinsip kunci bagi negara sedang berkembang maupun negara maju. Yaitu: berfokus pada semua aset, baik modal fisik, manusia, dan alam; menyelesaikan aspek-aspek distributif sepanjang waktu; dan menekankan kerangka kerja institusional bagi pemerintahan yang baik.

Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di satu sisi juga mendapat kontribusi dari modal manusia, modal alam, dan modal fisik produktif. Perhatian dan perlindungan kesinambungan aset-aset utama ini patut dijaga mengingat pembangunan secara dasariah harus bersifat berkelanjutan. Menurut sebuah catatan, untuk dunia sedang berkembang, berkurangnya modal alam (hutan, energi, barang tambang) dan kerusakan emisi karbon dioksida diestimasi sebesar 5,8 persen dari PDB.

Demikian pula investasi di bidang sumber daya manusia penting diperhatikan. Pengalaman Republik Korea berkaitan dengan hal ini patut menjadi contoh. Dimulai dengan ekonomi yang tercabik dan miskinnya sumber daya alam, pada akhir 1950-an Korea mempunyai PDB tahunan per kapita hanya sedikit di atas US$ 500, berdasarkan dolar paritas daya beli tahun 1980. Kemudian PDB per kapita berlipat ganda dalam masing-masing dari tiga dasawarsa berikutnya, yang didorong oleh pertumbuhan berorientasi ekspor dan berbasis relatif luas. Investasi Korea dalam bidang pendidikan adalah sebesar 3,4 persen dari PNB (GNP), yang sepertiga di antaranya untuk pendidikan dasar.

Sementara itu, aspek distributif dari pembangunan atau pertumbuhan yang patut diperhatikan dimaksudkan untuk membuka peluang-peluang sosial bagi seluruh partisipasi masyarakat—terutama kaum miskin—dalam proses pembangunan. Sektor-sektor penting yang dapat memberdayakan kaum miskin harus terbuka aksesnya lebar-lebar: pendidikan, keterampilan, teknologi, pekerjaan, keadilan, dan sebagainya. Tujuan utama dari prinsip ini adalah agar pertumbuhan yang sedang berlangsung dapat memiliki dampak terhadap pengurangan kemiskinan, dan aset kaum miskin dapat diperbesar. Langkah menuju tujuan ini dilakukan dengan melakukan investasi dalam aset baru (terutama dalam bidang modal manusia), atau dengan mendistribusikan kembali aset yang telah ada.

Yang tak kalah penting lagi adalah aspek struktural-institusional dari pembangunan. Berfungsinya secara efektif birokrasi, kerangka kerja regulatif, kebebasan sipil, dan institusi yang transparan dan bertanggung jawab untuk menjamin tegaknya hukun dan partisipasi merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pembangunan. Dimensi politik suatu negara memang akan cukup berpengaruh terhadap proses pembangunan. Satu hal yang juga penting digarisbawahi dalam buku ini adalah penanganan terhadap kasus korupsi, yang terbukti secara langsung dapat berpengaruh terhadap dasar-dasar ekonomi suatu negara. Dalam buku ini pula diajukan beberapa strategi menyeluruh untuk menekan korupsi, yang menyangkut kontrol finansial, legal-judisial, reformasi institusional, serta kebijakan ekonomi atau politik lainnya.

Momentum kehadiran buku ini ke khalayak pembaca di Indonesia amatlah tepat. Ada dua sudut pandang yang dapat memberi nilai lebih dan nilai kontekstual buku ini. Pertama, buku ini bersifat evaluatif dalam konteks pembangunan yang—katakanlah—dimulai sejak Orde Baru. Memang bila dilihat dari indikator ekonomi Indonesia mengalami kemajuan pembangunan yang luar biasa. Dari buku ini terungkap secara jelas betapa selama Orde Baru, dimensi kualitatif betul-betul diabaikan. Sumber daya alam dikuras tanpa antisipasi masa depan dan dampak lingkungan yang dikalkulasi secara matang. Dunia pendidikan yang menjadi modal penciptaan manusia kreatif sama sekali terbengkalai. Belum lagi struktur pemerintahan yang korup dan cenderung membangun sistem kapitalisme-kroni yang betul-betul menutup distribusi akses masyarakat luas terhadap partisipasi pembangunan. Semua itu sudah cukup menjadi pelajaran yang penting diperhatikan agar tak terulang lagi di hari depan.

Kedua, buku ini juga bersifat solutif dalam menawarkan (atau mengingatkan) beberapa prinsip penting dalam pembangunan yang dapat dijadikan kebijakan pemerintahan saat ini. Setelah reformasi berjalan hingga sekitar tiga tahun, tanda-tanda perbaikan ekonomi dan kesejahteraan hidup masyarakat belum juga terang. Mempertimbangkan tiga prinsip pembangunan yang diajukan dalam buku ini, penting ditekankan prinsip ketiga menyangkut dimensi struktural-institusional. Bila dipikir lebih dalam tampak bahwa prinsip ketiga ini cukup penting dalam konteks Indonesia karena pada dasarnya juga berkaitan dengan political will pemerintah untuk membenahi dan menangani berbagai penghalang pembangunan yang bersifat struktural-institusional, sehingga sudah menjadi kewajiban untuk juga menciptakan ruang partisipasi pembangunan yang lebih adil, terjamin secara hukum, aman terhadap ancaman global, dan sebagainya.

Satu hal lagi yang perlu diingat, berbagai hal penting yang dicatat dalam buku ini menyangkut pembangunan tidak lain dimaksudkan agar ruh pembangunan dan ekonomi pada umumnya tidak tercerabut akibat arus liberalisasi dan globalisasi yang sudah di depan mata. Seperti komentar Nancy Birdsall dari Carnegie Endowment for International Peace di sampul belakang buku ini, bahwa buku ini “memberikan suatu perspektif baru yang menyegarkan tentang apa sesungguhnya pembangunan itu: memperbaiki kualitas hidup orang.” Dan terutama orang-orang yang selama ini terpinggirkan oleh proses pembangunan itu sendiri.


Tulisan ini dimuat di Harian Media Indonesia, 24 Februari 2002

0 komentar: